my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Saturday, February 3, 2007

Terbang dengan "Sanbe Air" atau "Pfizer Air" dok?

Malam begitu larut dan hening, padahal jam di dinding baru 23.00 WIB. Saat itu aku berada di kota Gudheg, kota pendidikan dan kota Malioboro yaitu Jogjakarta. Pada kesempatan kali ini, aku menginap di sebuah hotel berbintang, hotel R. Memang ada acara dinas yang harus aku
hadiri. Biasanya jam segitu, aku sudah tidur, biar bisa bangun malam untuk sholat. Tetapi malam itu lain dari pada malam biasanya yang aku lalui. Kalau aku berada di Solo, kebetulan rumahku di pinggiran kota, perumahan mewah (mepet sawah), malam tidak hening sekali. Menyatu dengan alam, suara katak, jangkrik mendampingin kesunyian malam. Di hotel itu, di ruang lobi executive, suara juga tak kalah riuh dengan suara para lelaki non manusia. Diskusi yang tidak memberikan kesempatan pada mata untuk ngantuk walaupun barang sedetik, kecuali harus dengan melek. Karena yang didiskusikan berkaitan dengan perilaku moral sehari-hari semua yang melakukan halaqoh pada forum itu. Halaqoh itu dihadiri aku sendiri dan temanku seangkatan, dokter umum yang masih culun. Dokter ahli anak, dokter ahli bedah, dokter yang sudah PhD dan mereka semua petinggi perguruan tinggi penyelenggara pendidikan dokter.

"Dokter-dokter kita itu mau kita kemanakan tho?" ungkap dokter Eric yang ahli anak memulai diskusi.

"Sebentar, sebelum kita mendidik mahasiswa kita, kita harus bercermin bagaimana diri kita itu!" potong dokter Herman, yang diberi amanah Allah sebagai dokter bedah.

"Coba kita lihat bagaimana kita, dan para senior-senior kita berperilaku!" lanjut dokter Herman.

"Mengkampanyekan agar orang tidak merokok, sebagian dari kita malah menjadi perokok berat, ya termasuk saya" kemudian diiringi gelak tawa seluruh yang hadir. Kemudian beliau melanjutkan pembicaraan sambil mengingatkan dokter Eric.

"dokter Eric saja, tadi beliau cerita dengan saya dari Surabaya ke sini, naik "Sanbe Air" atau "Pfizer Air" pak Eric?" meledak lagi tawa dari seluruh peserta halaqoh malam itu.

Sanbe dan Pfizer adalah salah satu dari dua ratus lima puluhan pabrikan farmasi yang ikut meramaikan kompetisi dalam industri farmasi. Kami semua sudah sama mafhum mengenai maksud Sanbe Air atau Pfizer Air. Artinya memang perjalanan naik pesawat dari Surabaya ke Jogjakarta bisa menggunakan maskapai penerbangan Garuda, Sempati Air, Silk Air, Air Asia, Lion Air, Sriwijaya Air dan maskapai-maskapai lain. Tetapi yang membayar ongkos tiket itulah bisa jadi dari perusahaan farmasi Sanbe, Kalbe, Pfizer, Merck, Dexa, Bristol-Myers-Squibb, Novartis, UCB Pharma atau Abbot dan perusahaan farmasi lainnya. Jadi kompetisi dalam
industri farmasi, selain berlomba menemukan obat atau inovasi pengobatan, juga yang utama mengejar sumber pendapatan terbesar dari obat-obat yang diresepkan dokter. Untuk itulah, salah satu cara termudah merebut perhatian agar "dilirik" para dokter adalah memberikan berbagai fasilitas dan berbagai macam pendanaan. Toh karena obat tidak diiklankan, sehingga kemana lagi budget anggaran iklan di arahkan, kalau tidak ke yang memberi pengaruh yaitu dokter. Saya membayangkan, Unilever saja untuk satu produk, menganggarkan iklan sampai sebesar puluhan miliar per tahun, berapa besar yang dianggarkan pabrik obat itu untuk men-support aktivitas dokter.

Saya jadi teringat cerita dari detailer atau medical representative [wanita cantik atau pria yang berpenampilan menarik yang mendatangi dokter-dokter sebagai wakil dari perusahaan farmasi untuk menawarkan produk]. Pernah suatu ketika temannya sesama medical representative
kelabakan dan kebingungan.

"Lho kok bisa kebingungan mbak" tanya saya

"Jelas bingung dok, disuruh sama seorang dokter untuk mencarikan wanita yang mau diajak tidur, dan kami diminta untuk membayari!"

"Padahal, teman saya kan mana tahu dari mana mencari wanita-wanitaitu" astaghfirullah, naudzubillahi mindzalik

Perdebatan seru terus berlanjut di ruang lobi hotel, namun sejalan dengan semakin larutnya malam, pembicaraan akhirnya mengerucut pada satu kesimpulan :

Untuk merubah budaya yang ada dalam perilaku dokter-dokter di Indonesia saat ini perlu contoh konkret kecil, dan akhirnya sepakat bahwa orang-orang dalam satu halaqoh ini, memulai dari diri sendiri, untuk tidak mengendarai "Sanbe Air", "Pfizer Air" atau "Farmasi Air" yang lain.

3 comments:

Anonymous said...

wow kereeeen. lumayan jg loe bisa dapat info eksklusif yang dah jadi rahasia umum ne. but aniway, kupikir kita semua musti realistis lha..dokter jg mo cari makan, lgpl indonesia ga luput dari KKN termasuk merebak ke kalangan dokter. kalo ga satupun dokter yg mau nerima embel2 gift dari prsh farmasi,mk fenomena gn ga bakal terjadi. Ya kan..? Jadi siapa suruh kita semua dah terkontaminasi virus KKN... peace,CintaIndo

Anonymous said...

Bila anda bilang "Jangan pakai Farmasu yang nyogok", itu mungkin betul , tapi kalau anda bilang " Jangan pakai Sanbe Air & Pfizer Air " berarti maksud blog anda itu sumir. Emangnya Farmasi lain ga ada kegiatan sogok menyogok ? Mungkin aja anda sakit hati sama Farmasi itu berdua karena permintaan anda tidak dipenuhi. Atau mungkinkah anda di bayar Farmasi lain menjelekkan 2 farmasi itu ? Tanya Kenapa....

Anonymous said...

wah, sesama perusahaan obat jangan saling menjelekkan.... seharusnya harus memikirkan strategi agar supaya dokter2 bisa memakai obat dari perusahaan anda. tidak ada salahnyakan kalo anda memberi bonus atau semacamnya... kan hitung2 gantinya biaya iklan. dibanding pasang iklan di TV, kan lebih bagus promosi langsung ke dokter. kan sama-sama saling menguntungkan....

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments