my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Monday, March 19, 2007

Pasien sekali pakai (the disposable patient)

Sakit lever yang mendera mbah Kromo makin menyekik saja… muntah darah yang tiada henti membuatnya mau tidak mau harus dilarikan ke rumah sakit. Permasalahannya adalah masalah memilih di rumah sakit manakah yang tepat agar mbah Kromo segera mendapatkan pertolongan.

Memang kondisi penyakit mbah Kromo harus secepatnya mendapatkan pertolongan, tetapi memilih rumah sakit mana itu juga jauh lebih penting…. Apalagi ini menyangkut nyawa…jangan sampai salah memilih rumah sakit…

Semua anak mbah Kromo berkumpul dalam suasana tegang dan genting… Kebanyakan mereka adalah petani desa dan mewarisi tanah sawah dari mbah Kromo… jadi jumlah tanah yang mereka kerjakan semakin menyempit ketimbang mbah Kromo ketika muda.

“Di Rumah Sakit pemerintah saja!”

“Jangan!!! Di sana ada co-ass dan residen…aku tidak mau bapak untuk ajang percobaan…apalagi susternya galak-galak”

“Di rumah sakit Mukti Bea saja…pelayananya bagus dan cepat”

“Iya pelayanannya bagus…. Biayanya???”

“Masalah biaya…kita pikir nanti… yang penting bapak segera mendapatkan pertolongan”

“ Ya sudah… kita bawa ke rumah sakit Mukti Bea… Arjo kamu nyari mobil untuk membawa bapak ke sana”

“Iya mas… aku tak pinjam Pak Sumantri… beliau orangnya sangat longgar apalagi kalau dimintai bantuan dalam suasana genting seperti ini” Rapat Darurat keluarga akhirnya memutuskan mbah Kromo di bawa ke Rumah Sakit Mukti Bea..

Segera mbah Kromo dibawa ke Rumah Sakit Mukti Bea… untuk mendapatkan pertolongan. Dan benar…pelayanannya benar-benar OK. Mbah Kromo segera terpasang infus, mendapatkan obat, diinjeksi dan mendapatkan transfusi darah… semuanya berlangsung cepat… dan mbah Kromo segera segar kembali… dan yang istimewa lagi tagihan yang harus terbayar bisa ditanyakan setiap saat…

Pada hari kedua… Arjo anak bungsu mbah Kromo yang masih lajang… iseng-iseng menanyakan tagihan yang harus mereka bayar… petugas bagian billing dengan ramah menyapa Arjo…

“Ada yang bisa saya bantu mas?”

“Ini mbak… saya mau menanyakan berapa tagihan untuk pasien bapak Siswo Dikromo”

“Tunggu sebentar ya biar saya lihat dulu di komputer”

……………………………………

“Pasien bapak Siswo Dikromo…. Biaya sampai tadi malam…satu juta enam ratus tujuh puluh lima ribu rupiah…mas”

“Itu hari kemarin saja kan mbak?”

“Iya mas”

“Terima kasih mbak” dengan berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya Arjo…segera beranjak menuju kamar tempat dirawat ayahnya… dan segera mengajak semua saudaranya untuk rapat darurat.

………………………………………..

Singkat cerita akhirnya mbah Kromo dibawa pulang paksa… dan pindah rawat ke rumah sakit pemerintah.. yang kondisinya jauh berbeda dengan rumah sakit Mukti Bea…dan yang lebih membuat mbah Kromo heran, ternyata dokternya sama dengan yang merawatnya di Rumah Sakit Mukti Bea… dan tidak mengenali sama sekali beliau… dan kelihatan angkuh.. dan suka pamer…apalagi di depan Co-Ass dan Residen..

Kok baru dibawa disini tho mbah… sakit sudah berat kayak begini???” tanya dokter Hendro… yang sebelumnya “pamer” kelebihannya dibanding dokter penyakit dalam lainnya di depan Co-Ass dan Residen yang membuntutinya selama visite siang itu…

“Saya ini baru dirawat satu hari di rumah sakit swasta….habisnya sudah satu juta tujuh ratusan ribu dok…tapi belum ada kacéke

“Sebelumnya dirawat dimana tho? Pasti tidak kontrol di tempat saya..” lanjut dokter Hendro

“Dokter ini gimana tho...lha yang ngerawat sebelumnya ya… panjenengan sendiri!!!” ucap mbah Kromo agak dongkol…

“Masak kok lupa dengan pasiennya sendiri tho dok?”

“?!#$” dokter Hendro berdiri kaku…dan pura-pura memeriksa dan menulis resep… seperti halnya bila Anda menelefon seseorang, tetapi tidak ada yang menjawab… maka operator elektroniknya akan bilang

“Tidak ada respons” itulah yang dilakukan dokter Hendro…. Sementara Co-Ass dan Residen di belakangnya… saling memberi kode aneh.. senyum dalam ketegangan wajah…serba tidak enak….

PELAJARANNYA ADALAH

Banyak pasien yang masuk ke Rumah Sakit Pemerintah karena sudah di rawat di rumah sakit swasta beberapa waktu lamanya, kemudian kehabisan dana, baru pindah rawat di rumah sakit pemerintah, dengan harapan dapat meringankan biaya.

Atau mereka mengurus kartu sehat untuk mendapatkan perawatan gratis. Atau nekat ngemplang, tidak membayar tagihan karena pasien sudah mengalami handicap atau sudah meninggal.

Pasien-pasien seperti itu dan keluarga mereka, sudah mengorbankan banyak dari tabungan pribadi, sudah menjual barang-barang berharga bahkan hingga menjual rumah yang ditempati untuk menutup standar biaya yang harus ditanggung di rumah sakit swasta. Dan pengorbanan yang habis-habisan ini…ternyata tetap masih kurang!!!

Pasien-pasien seperti ini, dilihat dari sudut pandang ekonomis sebagai sumber pendapatan rumah sakit dapat dikategorikan sebagai pasien disposable. Sudah habis “manis”nya tinggal “pelepah yang sepah” dan “dibuang” atau dalam bahasa medis “sekali pakai”.

Sehingga di negera kita tidak usahlah meributkan bagaimana status hukum euthanasia, banyak kasus euthanasia terjadi karena telah berstatus the disposable patient tinggal menunggu detik-detik kematian yang tidak tentu kapan akan terjadi.

Penyebab menjadi the disposable patient yang lain adalah sebelumnya telah menjadi the disposable citizen. Pada kasus ini, masih ingat kasus Supriyono seorang gelandangan, pemulung yang malang, anaknya yang bungsu menderita sakit diare hingga meninggal dan harus pontang-panting membawa jenazah anaknya selama tiga hari hanya sekedar untuk mencari biaya untuk mengurus pemakamannya.

Karena gelandangan, tidak mempunyai identitas formal, seperti KTP atau KK, sehingga mana bisa mengurus kartu sehat.

Karena itu perlu dipikirkan sistem pembiayaan kesehatan… untuk mengurangi jumlah “the disposable patient”… dan saat ini pemerintah telah menelurkan program asuransi kesehatan untuk keluarga miskin… program ini sangat besar pengaruhnya dalam membantu mengurangi jumlah pasien sekali pakai….

Tetapi sistem ini masih perlu pembuktian keberhasilannya… mengingat masih banyaknya rumah sakit yang masih tombok untuk menutup biaya sebelum diganti oleh PT Askes… jumlahnya bisa puluhan miliar per satu rumah sakit daerah.. mudah-mudahan rumah sakit daerah masih kenyal daya tahan keuangannya….

Belum lagi masalah pendataan dan sosialisasi program.. yang belum sepenuhnya diketahui oleh target sasaran program… atau target sasaran enggan memakai jasa rumah sakit daerah karena buruknya mutu pelayanan yang ada….

Satu potensi besar yang belum digali dengan maksimal… adalah dana dari Corporate Social Responsibility… cuman kalo mengandalkan yang terakhir ini… harus siap Rumah Sakit penuh pesan-pesan iklan sponsor….. Atau dana yang dihimpun melalui Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh… bisa pula diarahkan untuk ini…

16 comments:

Anonymous said...

kalau saja ada program NHI di Indonesia...hiks..kasus2 begini yg bikin saya nangis waktu kerja di RS dulu, mau operasi ga punya uang, di bawa pulang paksa...padahal perdarahan..., mudah2an kesehatan menjadi prioritas utama disamping pendidikan, Amien

Anonymous said...

wah kok ngeri. disposable people??? oh my.

Anonymous said...

yah ... emang begitu lah resiko jadi orang yang ga punya di Indonesia.

Inget ga dulu pernah ada slogan yang lumayan populer di negeri kita "orang miskin di larang sakit"....mungkin slogan ini ada benernya juga...

Pelayanan kesehatan yang harusnya menjadi hak dari setiap warga negara (health for all), saat ini mungkin kudu di uji ulang. Karena tampaknya sudah beberapa tahun, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercinta ini merdeka, nampaknya hak ini belum juga terpenuhi.

Ini adalah hal yang sebenarnya "biasa" terjadi dalam masyarakat kita, bagaimana pelayanan kesehatan telah menjadi "barang mewah" bagi rakyat kita.

Cerita seperti ini sebenarnya sudah cerita lama, saat etika seorang dokter (pegawai rumah sakit) kadang2 bertentangan dengan keinginan pihak adm rumah sakit (yang notabene suatu instansi yang mencari profit).

Secara etika profesi, seorang dokter harus mengutamakan kesehatan si pasien, tanpa melihat si pasien punya duit ato ndak punya duit.

Akan tetapi, kita juga tak bisa ingkari bahwa dokter juga pegawai rumah sakit yang juga berkewajiban untuk mencari untung dan tentunya juga menjual obat agar pihak administrasi rumah sakit untung.

tapi, yah inilah problema kita bersama ...

Anisa said...

Ceritanya lain disana lain disini pula. Disini kalo sakit sekalipun itu sampe opname di RS kita keluar tanpa bayarpun bisa, yg penting diperiksa dulu urusan bayar bisa nyicil atau dibayar belakangan.
Kapan ya Indonesia bisa begitu ?

Bude Judes said...

dimana-mana money talks..

Anonymous said...

Demi pasien miskin (bukan berarti saya ngga miskin hehe... ), saya berharap banget layanan atau rumah sakit cuma-cuma didirikan lebih banyak lagi. Maunya ya merata, sesuai sebaran penduduk.

Lha tapi gimana mau banyak yang didirikan, ya. Kantung zakat tersebar, je. Apalagi belum semua sadar zakat.

Berharap... berharap... Semoga paramedis juga punya jatah untuk 'pro-bono' (ada gak ya? hehe... ).

iway disini said...

sebelumnya maap bp/ibu dokter, dari tulisan tersebut mungkin pelajaran etika dan moral perlu ditambahkan di kurikulum kedokteran :D

Anonymous said...

smua pasti ada masanya...anggap ini satu proses menjadi lebih baek dalam dunia kesehatan,mungkin "mereka" masih "lupa",dan tugas kita semua utk mengingatkan.

yakinlah,Allah tidak pernah tidur...

Mashuri said...

Negara harus bertanggungjawab terhadap warga negaranya.

Kasarnya: duri dijalan pun merupakan tanggung jawab negara.

"Orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara"(UUD 1945).

Buktinya?

NiLA Obsidian said...

cuman bisa mengurut dada.....
org sakit kho ya di peres sampe ampas nya ya....

gimana kalo subsidi silang? pasien kayak bantuin pasien miskin?

Nieke,, said...

ummbbb, kadang yg dibilang org: "Sehat itu Mahal" ada benernya juga sih..

kalo' "Sehat hanya untuk yang Punya Duit"? setuju ga dok.? toh kebanyakan kenyataannya gitu ya..

ck..ck..ck.. ironis memang :(

dewi pras said...

"Dokter Hendro" ini ko kepedean banget ya :p
emang paling kasian tuh rakyat kecil yang ngga mampu buat berobat kalo sakit..
ada kartu sehat ngursnya ribet..
kasian...

Admin said...

Jadi.. harus mulai dari mana pak dokter untuk memperbaiki ini semua?
sepertinya kita harus dilahirkan kembali dengan jiwa yang lebih bersih dan mulai membenahi ini semua, melakukan pekerjaan tidak semata karena uang, apalagi pekerjaan yang berhubungan dengan jiwa manusia, sebaiknya mendahulukan rasa kemanusian baru kemudian uang. Dan tugas pemerintah adalah mempermudah pemenuhan pokok warga negaranya, sehingga penduduk tidak money oriented.

Yusuf Alam Romadhon said...

buat mbak Evi.
mudah2an saja... amin
Buat Venus
hii ngeriii..
buat Cah Jogja..
memang perlu terobosan...
buat Anisa..
mudah2an titik cerah itu segera terbit.. amin
buat Denadena..
when heart talk?
buat mbak Lita..
makasih idenya yang dikamar mandi udah dipraktekin...
mdah2an Zakat dan CSR segera menyentuh bidang kesehatan..
buat kang dokter Mashuri..
emang produk ekspor andalan orang Indonesia adalah Undang2...
Buat Nila..
yang diurut punggungnya biar capeknya hilang.. he he he
buat Nieke..
setuju non...
Buat Dewi Pras..
ciri birokrasi kita...kalo bisa dipersulit mengapa dipermudah?
buat My Alter
dari mana ya mulainya... bingung mbak..

dwee said...

"Jangan!!! Di sana ada co-ass dan residen…aku tidak mau bapak untuk ajang percobaan…

kalo di RSMH Palembang, co ass nya cantik2 lho, dijamin mbahnya bakal sembuh,, kekekeke

(knpa harus pake word verification??) anti spammer banget yak :P

Anonymous said...

Mau kursus bhs Inggris?
Baca dulu tipsnya.
Tips memilih kursus bahasa inggris:
Pertama: JANGAN pernah mau membayar KONTAN dimuka untuk biaya kursus,
Karena itu BUKAN JAMINAN suatu kursus kwalitasnya tidak ABAL-ABAL.

Kedua: Bila ternyata kursus tsb terbukti ABAL-ABAL,
atau Anda tidak bisa datang kursus karena berbagai sebab,
Anda tidak akan pernah bisa MENARIK uang Anda kembali
dengan ALASAN APAPUN!

Ketiga: Jangan tergiur oleh iming-iming hadiah yang dijanjikan marketingya,
entah itu berupa sepeda motor, televisi, liburan ke Hongkong, ke Bali atau sekedar gantungan kunci. Iming-iming itu hanya akal bulus strategi dagang.
Lembaga kursus yang menjanjikan hadiah, udah pasti 100 persen hanya
mengejar keuntungan. Mosok, pendidikan disamakan dengan kwaci,
yang ada hadiahnya.

Keempat: Jangan membayar DP atau Tanda Jadi dengan alasan
peserta kursus untuk bulan ini dibatasi atau bulan depan harga kursus naik. Selama 2 tahun lebih saya mengamati Lembaga kursus
semacam ini, ternyata tidak pernah membatasi jumlah siswanya! Biaya kursuspun dari dulu sampai sekarang tetap sama mahalnya,
naik turun selisih sedikit saja!

Apa sih namanya lembaga kursus bahasa Inggris tsb?
Cari saja iklannya di koran-koran! Tiap hari terbit kok.
Ingat! English is easy to speak and cheap!
Bhs Inggris itu mudah dan murah!

Cerita lengkapnya ada di

http://english-hot.blogspot.com

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments