my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Wednesday, May 30, 2007

Kromatografi sempurna

Pengamatan selayang pandang kamar kos cowok dulu selama masih mahasiswa. Ada satu benda yang dipastikan ada di setiap kamar. Mau tahu apakah itu?

Kalpanax

Kalpanax?

Ya, kaplanax. Obat panu, gatal, kurap dan kadas.. bentuknya cair. Kalo kena kulit menyengat panas..hingga terbakar. Kalo ada award Kos-kosan Customer Satisfaction Award (KCSA) untuk kategori jamur kulit maka dipastikan Kalpanax adalah juaranya.

Analisa mengapa ada kalpanax..

“Anak-anak itu jorok sekali. Mereka itu sering kelupaan mencuci.” Kata Barkah di suatu sore.

“Maksudmu?” tanyaku

“Iya..ketika celana dalam tinggal satu, baru sadar kalau waktunya harus mencuci. Jadi sering celana dalam terakhir itu dipakai seperti kaset. Side A dan side B. Kalau terpaksa memakai yang baru dicuci, pengeringannya secara instan, memakai seterika dan diangin-anginkan kipas

angin. Makanya pada jamuran.” Jelas Barkah

“haa…haa….haa…” kami tertawa…Barkah tertawanya meledak seperti meledaknya gunung Merapi yang memuntahkan lahar dahsyat.

………………………………………..

“Ada satu lagi Kah. Teman-teman kita pada ahli kimia terutama ahli kromatografi. Kalau dalam kromatografi, warna orange spidol yang digoreskan pada kertas, kemudian dicelupkan air di ujung bawahnya hingga merambat ke atas melewati goresan spidol pada kertas tadi, maka

warna orange tadi dapat terurai menjadi merah dan kuning setelah air melewatinya. Lha kalau teman-teman kita itu, warna abu-abu berhasil diubah menjadi warna penyusunnya. Warna hitam dan putih.” kataku

“Yang kamu maksud itu…téko untuk memasak air?” tanya Barkah ganti

“Tepat! Dahulu ketika kita iuran téko semula warnanya abu-abu logam dan mengkilat kan? Tetapi setelah setengah tahun berjalan, abu-abunya itu terurai menjadi warna-warna penyusunnya. Inilah yang namanya

kromatografi itu. Bagian luar berwarna hitam, karena kita memasak pakai kompor minyak tanah, sehingga kotoran-kotoran sisa pembakaran yang menjadi jelaga mewarnai bagian luarnya. Sedangkan di dalam, karena air yang kita konsumsi itu kaya kadar kapurnya. Makin lama, makin mengerak putih. Kedua warna itu, karena jarang atau hampir tidak pernah dicuci. Jadilah seperti itu; K R O M A T O G R A F I S E M P U R N A. Kalau aku masak mesti aku cuci sebelum dan sesudah memakainya, tetapi yang lain hanya memakai dan tidak mencuci…ya…” aku menjelaskan

“Iya Suf, namanya juga anake wong akéh[1]. Dulu ada yang saya ingatkan, malah menjawab ‘dengan dipanasi saat memasaknya, berarti kan sudah disterilkan…jadi tidak perlu dicuci’ kalau perlu, katanya membaca mantera ajaib andalannya

‘Min Kuman Kamin, Kuman Mati Jadi Vitamin’” kata Barkah

“ha..haaa….haa…” kami tertawa meledak lagi kali ini seperti bisul yang nyeprot. protttt

…………………………………………….

Hindustan lever anak perusahaan MNC (multinational corporation) Unilever di India telah melakukan perubahan paradigma pengetahuan masyarakat menengah ke bawah yang tidak terjangkau media. Semula mereka beranggapan bahwa namanya membersihkan tangan itu adalah asal terlihat tangan sudah bersih, berarti sudah bersih. Padahal habis ternoda kotoran hewan. Walah. Kayaknya masalah bau tidak dipertimbangkan, asal terlihat bersih langsung
dipakek makan dengan tangan langsung tidak makek sendok ato garpu.

Hiiiii… huweek buaaahhh… cuh. Hei jangan

gitu…malah jadi pembangkit selera makan tauuu. Halah malah parah.

Kalangan bawah India itu tidak berpikir lebih lanjut bahwa membersihkan dengan sabun juga lebih dari sekedar bersih…tetapi juga bebas dari kuman yang ditengarai sebagai penyebab diare utama tersering di India.

Kayaknya mereka mempunyai mantra ajaib seperti anak kos-kosan tadi, tidak mencuci tangan pakek sabun sebelum makan..

“Min Koman Kamin.. Kuman Mati Jadi Vitamin”

Penelitian disana banyak mengungkapkan bahwa mencuci tangan dengan sabun sebelum makan ternyata dapat menurunkan angka kejadian diare secara signifikan..

Tantangan terberat Hindustan Lever adalah bagaimana membuat program yang menjangkau kalangan bawah yang gelap media… dalam jangka panjang tetapi tidak menguras habis keuangan perusahaan.

Singkat cerita akhirnya telah dicipta program jenius berbiaya murah, signifikan hasilnya, menjangkau masyarakat miskin yang gelap media….dan yang penting adalah berubah perilaku mereka… cuci tangan pakek sabun sebelum makan sudah menjadi budaya..

PeRmasalahannya adalah

ORang miskin dan gelap media saja bisa berubah paradigma dan perilaku kebersihannya… lalu gimana dengan anak kos-kosan? Mereka terdidik dan terjangkau media!!!


[1] anaknya orang banyak

3 comments:

Anonymous said...

• walaupun almamater kos2an jg..gak ampe double side sih..krn nyetok banyak..jd sama malesnya jg.. :)

• sampe2 ada gerakan nasional cuci tangan pake sabun (gak hrs yg antiseptik..)..dgn air mengalir lbh baik..gampang tp ya itu, kebiasaan dan budaya..

Anonymous said...

Barang yang satu itu memang perlu pengawasan extra ketat baik saat digunakan maupun saat dijemuran.

Saat berada di jemuran, kemungkinan untuk diterbangkan oleh angin yang paling sepoy sekalipun masih mungkin. Ini karena produksi dalam negeri dalam kemasan "3 in 1" yang harganya seperlima dari VCD aseli. Harganya cukup terjangkau.

Saat digunakan sering gak matching, karena ukuran XL/X/M/S-nya tidak ngikutin standar ISO 2000. Contohnya, saya yang biasa menggunakan ukuran X, dipaksa menggunakan ukuran XL...hua....hua...ha....ha....

Yusuf Alam Romadhon said...

buat Dani Iswara
ha ha haa haa saling buka-2an rahasia nih
Iya... gerakan nasional cuci tangan pake sabun..
buat bang Mashuri
kok yang jadi pokok perhatiaannya masalah CD lho... he he he he

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments