my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Wednesday, October 31, 2007

Suka duka hidup di zaman modern (Memahami buku Daniel Goleman "Social Intelligence")

Kehidupan pos modern atau apalah para pakar menyebutnya, tidak semuanya menyenangkan. Banyak kelebihan dan kekurangannya. Saat ini sedang ngetren atau banyak kencenderungan-kecenderungan sebagai berikut :

Minimnya komunikasi dari hati ke hati antar orang yang berada di dalamnya..

Suasana formalitas seperti robot terbawa sampai ke kehidupan rumah tangga


Sangat haus akan hiburan… banyak jalan-jalan… ngebut naik sepeda hingga kecepatan yang sangat tinggi.... dan..... lupa kontrol diri dan berakibat... akhhh...


Hanyut pada kesenangan-kesenangan ruang pribadi

cuek terhadap sekitarnya....



Semua terbantu teknologi hingga jarang olah raga … bahkan malas jalan



Stratifikasi dalam pekerjaan juga terbawa secara lengket dalam hubungan antar manusia di kehidupan sehari hari

Mewabahnya penyaluran kasih sayang yang tidak pada tempatnya


Sulitnya mendapatkan komitment sejati



Juga kesetiakawanan sejati.. suatu barang yang mahal dan mewah..


Lebih mencintai benda mati ketimbang benda hidup...


TErakhir...

Memang susah jadi manusia..

6 Teori Etika yang Berpengaruh Dalam Budaya Masyarakat Eropa (Barat) 1 2

  1. Utilitarian Consuquence – based

Suatu perbuatan dinyatakan sebagai suatu kebaikan atau keburukan berdasarkan dari keseimbangan konsekuensi kebaikan atau keburukan yang diakibatkannya. Utilitarianism (rasio manfaat-kerugian) hal positif terbesar dengan hal-hal negatif paling minimal. Teori ini bermasalah bahwa teori tersebut dapat memperbolehkan perbuatan yang secara jelas immoral dengan dasar ”Memiliki Kegunaan”.

  1. Obligation – based

Didasarkan pada filosofi Kantian. Immanuel Kant (1724 – 1804) berpendapat bahwa moralitas merupakan sesuatu yang murni berdasarkan pada nalar. Dia menolak tradisi, intuisi, suara hati nurani, atau emosi sebagai sumber dari kebijakan moral. Suatu alasan bermoral yang valid akan membenarkan tindakan. Perbuatan didasarkan pada kewajiban moral. Yang menjadi masalah dalam teori Kantian adalah bahwa teori ini tidak memiliki solusi terhadap kewajiban-kewajiban yang berkonflik karena menjadikan aturan-aturan moral sebagai hal yang mutlak.

  1. Rights – based

Didasarkan pada penghargaan terhadap hak-hak manusia untuk memiliki, hidup, merdeka dan berekspresi. Seseorang dianggap memiliki area privat dimana ia merupakan tuan bagi takdir dirinya sendiri. Hak-hak yang ada bisa jadi bersifat mutlak atau relatif. Hak positif adalah hak yang diberikan kepada seseorang. Sedangkan hak negatif adalah hak yang menjamin adanya pencegahan atau perlindungan terhadap terjadinya sesuatu yang membahayakan. Ada hubungan inter-relasi yang kompleks antara hak dan kewajiban. Hak-hak individu dapat berbenturan dengan hak-hak komunal. Yang menjadi masalah dalam teori ini adalah penekanannya terhadap hak-hak individu akan menciptakan atmosfir pertentangan.

  1. Community – based

Pertimbangan etis dalam teori ini diatur oleh nilai-nilai komunitas termasuk diantaranya pertimbangan terhadap kebaikan umum, tujuan-tujuan sosial dan tradisi. Teori ini berlawanan dengan teori rights-based yang didasarkan atas individualisme. Permasalahan yang timbul kemudian dengan teori ini adalah menjadi sulit untuk mencapai suatu konsensus bagi masyarakat dalam komunitas yang kompleks dan beragam seperti saat sekarang.

  1. Relation – based

Pada teori ini menekankan pada hubungan keluarga dan hubungan dokter – pasien yang khusus. Sebagai contoh, kebijakan moral dapat didasarkan pada pemikiran bahwa tidak ada yang boleh dilakukan yang dapat merusak fungsi normal dari suatu unit keluarga.

Masalah teori ini adalah sulitnya menangani dan menganalisa faktor-faktor emosional dan psikologis yang berperan dalam suatu hubungan.

  1. Case – based

Suatu pembuatan keputusan yang praktis pada setiap munculnya kasus. Teori ini memiliki suatu preasumsi filosofis yang terfiksir.

Menurut Prof Omar Hasan Kasule, sebuah teori etika, seharusnya jelas, mudah dimengerti, lengkap, komprehensif, simpel, dapat diaplikasikan, dan dapat dijelaskan dan dibenarkan. Tidak satupun dari 6 teori di atas memiliki semua karakteristik tersebut. Tidak satu pun teori yang disebutkan di atas dapat menjawab semua dilema moral dan etik yang ada. Pada aplikasinya, lebih dari satu teori harus dikombinasikan dengan teori lain untuk menjawab suatu isu etik. Pada sisi lain, teori tujuan hukum, maqosid syari’ah, adalah teori terintegrasi tunggal dari etika medis Islam. Teori ini memperbolehkan adanya penalaran etika yang kuat dan konsisten.

Bagaimana Islam memandang

Secara filosofis, teori etika Islam dapat dimasukkan dalam teori etika kewajiban atau duty-based ethics, karena lebih ditekankan pada pemenuhan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang termaktub dalam surat Adz-Dzariat 56, Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadat kepada-Ku. Jadi jelas duty utama sebelum menyandang profesi yang lain harus menjalankan kewajiban-kewjiban yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Bedanya dengan yang berlangsung di Eropa (barat), etika yang dilakukan dokter muslim / muslimah merupakan pemenuhan kewajiban dari Allah SWT. Prof Agus Purwodianto, menyebutnya dengan Teonom. Sedangkan Barat pada prinsip-prinsip buatan manusia (yang dianggap baik oleh manusia). Prof Agus Purwodianto menyebutnya dengan otonom, karena yang mempunyai otoritas penuh adalah manusia, tidak menyebut sama sekali andil Allah SWT. Contoh mengenai sikap otonom pada beberapa pernyataan ilmuwan berikut :

Dihadapan sebuah komite Kongres pada tahun 1996, ilmuwan penemu double helix bersama Watson, Francis Crick mengatakan, “Ada masanya kita pernah mengira bahwa nasib kita ditentukan oleh bintang. Kini kita mengetahui bahwa sebagian besar nasib kita ditentukan oleh gen kita.”

Edward Wilson, ahli sosiobiologi dari Harvard, mengatakan bahwa segala sesuatu tentang perilaku manusia benar-benar di-kodekan dalam double helix itu. Segala sesuatu yang berkenaan dengan diri kita ada gennya, dan itu mencakup keputusan kita, agama, calon pasangan, jenis pendidikan, panggilan hidup kita….

Perbedaan kedua, di barat yang dikatakan benar bersifat relatif bahkan bisa kontradiktif dari waktu ke waktu sesuai dengan mayoritas pendapat orang mengenai kebenaran itu. Sederhananya moralitas merupakan konsensus komunal tentang apa yang benar dan apa yang salah. Contoh nyata mengenai hal ini adalah homoseksualitas. Dulu homoseksualitas termasuk perbuatan terlarang. Tetapi dengan berlangsungnya waktu, dan perjuangan demokratis kaum homo, akhirnya homoseksualitas diterima sebagai kebenaran di mata hukum. Konsekuensinya negara harus melindungi mereka.3 Arus besar yang memrihatinkan dalam etika di barat adalah arus sekularisme, yang sangat menuhankan autonomy individu, sehingga melupakan bahwa individu sebenarnya merupakan bagian dari keluarga, bagian dari masyarakat, bagian dari bangsa.4 Sedangkan Islam, kebenaran prinsipiil (yaitu Al-Qur’an dan Sunnah) bersifat tetap, tidak berubah menembus ruang dan waktu.5

Konsep lain mengenai sakit yang mendatangkan penderitaan, dalam arus sekuler barat, menekankan untuk menaklukkan penderitaan sebagai sesuatu yang buruk. Dalam konsep Islam, penderitaan lewat sakit adalah pengingat, bukan sesuatu yang buruk, sebuah campur tangan ilahiyah terhadap keserakahan materialistis dan konsumeristis manusia yang menyeretnya agar kita memercayai bahwa kita benar-benar mampu mengatasi rasa sakit dan penderitaan. Abdul Aziz Sachedina, mencontohkan sebagai berikut : Seorang wanita pengidap kanker, datang ke dokter mengatakan, “Anda kan dokter saya. Saya minta Anda memperpendek hidup saya karena saya tidak mampu lagi menjalaninya.” Padahal sebenarnya yang ia keluhkan adalah perihal hubungan manusia karena ia merasa kesepian dalam kehidupannya. Tidak ada seorang pun dalam kehidupannya yang mengatakan, “Hai, ini aku. Aku akan mendukungmu. Aku akan memedulikanmu. Aku akan mendukungmu secara moral.” Dan teknologi kedokteran mengatakan, “Kami dapat memperbaiki keadaan ini.” Namun, teknologi tidak mampu memberikan apa yang sebenarnya diinginkan wanita itu. Teknologi kedokteran bukanlah jawaban satu-satunya terhadap pencarian manusia akan inner space (kedamaian dalam hati), akan keimanan-dalam.

Sebagai penutup, saya sajikan 18 poin rekomendasi Kode Etik Profesi Kedokteran Islam6 :

  1. Seorang dokter Islam harus beriman kepada Allah dan ajaran-ajaran Islam dan memraktikkannya baik dalam keadaan sendiri atau dihadapan orang lain.

  2. Berbakti kepada orang tua, berterimakasih kepada guru-guru, dan yang lebih tua; rendah hati, sederhana, baik hati, pemaaf, sabar dan toleransi.

  3. Mengikuti jalan orang-orang yang benar

  4. Selalu mencari dukungan dari Allah.

  5. Selalu mengikuti pengetahuan medis terbaru, selalu meningkatkan keahlian kedokteran, mencari pertolongan jika diperlukan.

  6. Tunduk kepada syarat yang sah yang mengatur pekerjaannya.

  7. Sadar bahwa Allah adalah pencipta dan pemilik baik jiwa dan raga pasien, dan memerlakukannya sesuai kerangka ajaran Allah.

  8. Sadar bahwa hidup itu diberikan kepada manusia oleh Allah, bahwa hidup manusia dimulai sejak pembuahan, dan bahwa hdup manusia tidak bisa diambil kecuali oleh Allah atau dengan izin-Nya.

  9. Sadar bahwa Allah selalu mengawasi dan memantau setiap niat dan perbuatan.

  10. Mengikuti jalan petunjuk Allah sebagai pedoman pokoknya, meskipun berbeda dengan tuntutan tradisi umum atau keinginan pasiennya.

  11. Tidak menyarankan atau memberikan setiap bahan yang berbahaya.

  12. Memberikan pertolongan yang dibutuhkan tanpa memikirkan kemampuan keuangan pasien atau asal suku bangsa dari pasien.

  13. Menawarkan saran yang diperlukan dengan pertimbangan untuk jasmani dan rohani pasien.

  14. Melindungi kerahasiaan pasien dan memakai cara komunikasi yang benar.

  15. Memeriksa pasien lawan jenis dengan kehadiran orang ketiga jika dimungkinkan.

  16. Tidak mengkritik dokter lain di hadapan pasiennya atau petugas kesehatan lain.

  17. Menolak pembayaran dari dokter lain atau keluarga dekatnya.

  18. Selalu bijak dalam pengambilan keputusan.

Islam menghindari issu etik7

Meski terdengar aneh, beberap masalah etika dapat diatasi dengan menghindarinya. Hal ini adalah bagian dari ajaran Islam untuk menghindari pemikiran yang meragukan dan bersikap rendah hati dan menahan diri. Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk meninggalkan apa-apa yang menimbulkan keraguan dan kembali ke yang tidak menyebabkan keraguan, da’ma yuribuuka ila ma la yuriibuka. Menahan diri, hayaa, adalah sebagian dari iman, al hayaa min al iman. Haya adalah moralitas dari Islam, khulq al Islam al hayaa. Hayaa selalu baik, al hayaa khayr kulluhu. Hayaa adalah sebuah penghias, al hayaa ziina.

Daftar Pustaka
1 Professor Omar Hasan Kasule; September 2007; Filosofi Dalam Etika Kedokteran : Studi Banding Antara Sudut Pandang Islam dan Barat (Eropa); Seminar dan Lokakarya Implementasi Nilai-nilai Islam di dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia 8 – 9 September 2007

2 Tony Hope, Julian Savulescu, Judith Hendrick, 2003; Medical Ethics and Law The Core Curriculum; Churchill Livingstone Elsevier Limited, UK

3 Professor Omar Hasan Kasule; September 2007; Filosofi Dalam Etika Kedokteran : Studi Banding Antara Sudut Pandang Islam dan Barat (Eropa); Seminar dan Lokakarya Implementasi Nilai-nilai Islam di dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia 8 – 9 September 2007

4 Abdul Aziz Sachedina, dalam John Naisbitt; 2002; High Tech High Touch edisi Indonesia, Penerbit Mizan

5 Professor Omar Hasan Kasule; September 2007; Filosofi Dalam Etika Kedokteran : Studi Banding Antara Sudut Pandang Islam dan Barat (Eropa); Seminar dan Lokakarya Implementasi Nilai-nilai Islam di dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia 8 – 9 September 2007

6 Shahid Athar, MD, 2001; Seri Kedokteran Islam; Islam dan Etika Kedokteran, Penerjemah : Tim Penerjemah FK UMY, editor terjemahan dr. Sagiran M.Kes, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7 Professor Omar Hasan Kasule; September 2007; Filosofi Dalam Etika Kedokteran : Studi Banding Antara Sudut Pandang Islam dan Barat (Eropa); Seminar dan Lokakarya Implementasi Nilai-nilai Islam di dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia 8 – 9 September 2007

Wednesday, October 24, 2007

The Source of Inspiration (Tema MATAHARI)

MAtahari... adalah inspirasi kehidupan kita
walopun cahayanya menyilaukan...
energi yang dipancarkannya ENERGIZE to every makhluk yang ada di bumi
matahari adalah sumber inspirasi yang tiada pernah habis untuk digali




Apakah menguasai matahari sama dengan menguasai inspirasi?

Siapa yang bisa menguasainya?

Siapa yang bisa menaklukkannya?




JAdilah matahariku
Jadilah sumber spiritku
Jadilah temanku yang sejati
Jadilah selalu menjadi inspirasiku
Jadilah teman yang menguatkan dalam mencari cahaya matahari kebaikan
Cahaya matahari yang tunduk pada Kuasa-Nya
Jadilah matahari yang...
jutaan tahun dalam ketaatan pada-Nya
Ketundukan seorang hamba...yang sejati



Matahari...
Ohh matahri...
Penerang jalan yang sejati...
Membuat kita jadi jelas melangkah...
Matahari...
Ohh matahari...




MAtahari.. ku
Aku selalu belajar dari mu
TErnyata kekuasaanmu
ada akhirnya....
ada masa surut..
ada masa senja...
.....
Masa pergantian kekuasaan...
Kekuasaan gelap sepenuhnya akan menelanmu mentah-mentah...
......
Tidak ada yang abadi di dunia...
kita pun akan berakhir....
Ingatlah akan masa itu...
Masa penantian panjang......
Menanti bagaimana nasib kita...
cermin dari siapa kita hari ini..

Oohh matahari...

Kembali aku bicara serius

Maqosid Syari’ah dan Kaidah Dasar Bioetika / Etika Kedokteran dalam Islam[1]

Maqosid Syari’ah

Maksud syari’ah/maqosid syari’ah ditegakkannya hukum dalam Islam secara umum atau secara khusus tujuan dokter memberikan tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif pada pasien baik pribadi maupun dalam komunitas adalah untuk :

1. Hifdh Al din (Memberikan perlindungan terhadap agama)

Tujuan dari sudut pandang ini adalah memberikan atau meningkatkan hari-hari produktif ibadah serta aktivitas dakwahnya secara optimal bagi pasien-pasiennya. Juga yang tidak kalah penting adalah menjaga kelurusan aqidah dokternya sendiri dan pasien yang dirawat, atau komunitas masyarakat yang menjadi tanggung jawab formalnya bila dokter dalam posisi pejabat publik.

2. Hifdh Al nafs (Memberikan perlindungan terhadap kehidupan)

Tujuan dari sudut pandang ini adalah tidak saja mempertahankan kehidupan, tetapi adalah menegoptimalkan kualitas hidup yang dikaruniakan Allah kepada pasien atau sekelompok orang yang menjadi tanggung jawab formalnya.

Nafs ini juga diartikan harga diri atau kehormatan pasien yang dirawat.

3. Hifdh Al nasl (Memberikan perlindungan terhadap keturunan)

Tujuan dari sudut pandang ini adalah mempertahankan keruntutan garis keturunan. Karenanya di halaman sebelumnya dijelaskan Islam menghindari isu etik, seperti sewa rahim misalnya. Karena mengandung keraguan mengenai hal ini, maka lebih baik menghindari hal tersebut.

Perawatan antenatal, perinatal, dan post natal termasuk dalam usaha memberikan perlindungan terhadap kualitas keturunan. Termasuk pula perawatan infertilitas juga dalam maksud yang sama. Mendidik remaja agar menjadi orang tua yang berkualitas adalah usaha dalam hal ini.

4. Hifdh Al aql (Memberikan perlindungan terhadap akal sehat)

Tujuan dari sudut pandang ini adalah mengoptimalkan kualitas intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan ruhiyah yang telah dimiliki dari setiap penderita ataupun sekelompok orang yang menjadi tanggung jawab dokter.

Perawatan terhadap kelainan jiwa, seperti gangguan kecemasan, depresi, psikotik serta kecanduan obat-obatan dan alkohol, dengan berusaha mengembalikan fungsi-fungsi luhur otak pada taraf yang paling optimal, serta berusaha mengkampanyekan hidup tanpa obat dan alkohol adalah termasuk dalam hal ini.

5. Hifdh Al maal (Memberikan perlindungan terhadap kekayaan pribadi)

Tujuan dari sudut pandang ini adalah dokter ketika bekerja tidak saja mempertimbangkan efektifitasnya saja tetapi juga harus mempertimbangkan efisien atau ekonomis tidak suatu tindakan atau terapi.

Termasuk juga di sini adalah dokter memikirkan sudut pendanaan. Mencari pihak-pihak ketiga seperti LAZIS (Lembaga Amil Zakat Infak dan Shodaqoh) atau CSR (Corporate Social Responsibility) untuk membiayai pengobatan orang-orang lemah (mustadh’afin).

Kaidah Dasar Bioetika / Etika Kedokteran dalam Islam

1. Kaidah Niatan

Prinsip ini meminta dokter untuk berkonsultasi dengan hati nuraninya. Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan medis yang tidak diketahui oleh orang awam. Seorang dokter dapat saja melakukan suatu prosedur dengan alasan yang mungkin masuk akal dari sudut pandang luar, namun sesungguhnya memiliki niatan yang berbeda namun tersembunyi. Contoh praktisnya; penggunaan morfin sebagai penghilang rasa sakit pada perawatan kondisi terminal namun niat yang sesungguhnya adalah agar terjadi depresi pernafasan yang akan menyebabkan kematian.

2. Kaidah Kepastian (Qoidah al yaqiin)

Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu kedokteran, artinya tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran tidak mencapai standar yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun demikian diharapkan dokter dalam mengambil keputusan medis, mengambil keputusan dengan tingkat probabilitas terbaik dari yang ada. Termasuk pula dalam hal diagnosis, perawatan medis didasarkan dari diagnosis yang paling mungkin.

3. Kaidah Kerugian (Qoidah al dharar)

a. Intervensi medis untuk menghilangkan al dharar (luka, kerugian, kehilangan hari-hari sehat) pada pasien.

b. Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al dharar yang sebanding (al dharar la yuzaal bi mitslihi)

c. Keseimbangan antara kerugian vs keuntungan. Pada situasi dimana intervensi medis yang diusulkan memiliki efek samping, kita mengikuti prinsip bahwa pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih tinggi ketimbang keuntungan dengan nilai yang sama, dari’an mafasid awla min jalbi al mashaalih. Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh lebih tinggi daripada kerugian, maka mendapatkan keuntungan memiliki prioritas yang lebih tinggi.

d. Keseimbangan antara yang dilarang vs diperbolehkan. Dokter kadang dihadapkan dengan intervensi medis yang memiliki efek yang dilarang namun juga memiliki efek yang diperbolehkan. Petunjuk hukum adalah bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali jika keduanya muncul bersamaan dan sebuah keputusan harus diambil, idza ijtima’a al halaal wa al haram ghalaba al haraam al halaal.

e. Pilihan antara 2 keburukan. Jika dihadapkan dengan 2 situasi medis dimana keduanya akan menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan selain memilih salah satu dari keduanya, yang kurang merugikan dilakukan, ikhtiyaar ahwan al syarrain. Suatu hal yang merugikan dilakukan untuk mencegah munculnya kerugian yang lebih besar, al dharar al asyadd yuzaalu bi al dharar al akhaff. Dengan cara yang sama, intervensi medis yang memiliki kepentingan umum diutamakan di atas kepentingan individu, al mashlahat al aamah muqoddamat ala al mashlahat al khassat. Individu mungkin harus mendapatkan kerugian untuk melindungi kepentingan umum, yatahammalu al dharar al khaas il dafiu al dharar al aam. Untuk melawan penyakit menular, pemerintah tidak boleh melanggar / menghilangkan hak-hak umum kecuali ada keuntungan umum yang bisa didapatkan, al tasarruf ala al raiuyat manuutu bi al mashlahat.

4. Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al Masyaqqat)

a. Kebutuhan melegalisir yang dilarang. Dalam kondisi yang menyebabkan gangguan serius pada kesehatan fisik dan mental, jika tidak segera disembuhkan, maka kondisi tersebut memberikan keringanan dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan dan kewajiban syari’ah.

b. Batas-batas prinsip kesulitan: dalam melanggar syari’ah tersebut tidak melewati batas-batas yang diperlukan (secukupnya saja).

c. Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan. Adanya suatu kesulitan, tidak menghilangkan secara permanen hak-hak pasien yang harus direkompensasi dan dikembalikan pada keadaan semula seiring dengan waktu; kesulitan melegalisir sementara dari tindakan medis yang melanggar, dan berakhir setelah kondisi yang menyulitkan tadi berakhir. Dengan kata lain, jika hambatan telah dilewati, tindakan medis yang dilarang kembali menjadi terlarang.

5. Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf)

Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum untuk perawatan klinis dianggap diperkuat oleh syar’ah.



[1] Professor Omar Hasan Kasule; Aplikasi Nilai-nilai Islam pada Pengajaran Klinis; dipresentasikan di Seminar dan Lokakarya Implementasi Nilai-nilai Islam di dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia FKUNISMA 8 – 9 September 2007

Friday, October 19, 2007

MEnjadi lelaki terindah...

Saya ini lahir, besar dan tumbuh kembang sebagai laki-laki tulen dan normal banget...
tuh lihat sendiri.... asli kan!
Menghayati peran sebagai laki-laki ternyata.....
berat...


PErtama
ada dorongan dan tuntutan harus selalu unggul....minimum tidak ingin disaingi
Sehingga sering dikatakan...
suka bermulut besar..



Kedua sesuai namanya MASKULIN akar katanya Muscle artinya otot
sehingGA namanya lelaki itu harus berotot...
padahal kenyataannya yang suka ngotot bukan hanya dominasi laki-laki



kEtIGa
KArena postur tubuh kuat dan berotot...
makanya lelaki "dituntut" menjadi sosok pelindung...
Harus bisa jadi "pahlawan"
karenanya banyak laki-laki dalam fantasinya ingin menjadi HERO



kE-4
Lelaki pada suatu waktu ingin masuk dalam "goa" diri sendiri...
dan benar-benar tidak ingin diganggu

tetapi celakanya sering dipersepsi sebagai egois... ga mau tahu urusan orang lain terutama istri..
tetapi ada juga sih yang benar-benar egois..
tuh liyat sendiri...



keLIMA
Namun juga sebagian lelaki suka bahkan terlalu mikirin penampilan diri
bagaimana sih penampilan diriku..
bagus ga?
Eye catching ga?



KEenam
Yang bagian ini nih...yang paling berat ngadepinnya
Godaan terberatnya justru sesuatu yang enak dipandang
dan menggairahkan bila ..





KEtuJUH
Namun demikian tidak sedikit laki-laki yang sangat menjunjung tinggi kesetiaan..
dan sangat family oriented...

Monday, October 15, 2007

Dokter yang multifaset

Saat ini dokter mendapat sorotan intens bahkan cenderung memojokkan. Kebanyakan sorotan yang muncul di media baik elektronik, cetak bahkan sampai media pribadi seperti web maupun blog cenderung menampilkan sisi negative. Bahasa-bahasa yang sering digunakan mulai dari yang halus seperti malpraktik, tidak perhatian pada pasien, ketus menjawab pertanyaan pasien, dokter hanya untuk orang kaya hingga muncul kata-kata yang kasar ”tidak becus”, ”sontoloyo”, dan ”kampret”.

Berikut beberapa ungkapan-ungkapan yang saya catat di media blog.

Kalau bermasalah sama dokter sih udah berkali2; pernah ada yg sblm nyuntik gak tanya jenis alergi gw, langsung aja dia menghujamkan jarum suntiknya. ………” 1


Kata dokter juga membuat sebal, karena begitu banyaknya kasus malpraktek di Indonesia hingga menyebabkan pasien meninggal” 2

Saya belum pernah jadi dokter, tapi saya sadar sepenuhnya semenjak kejadian ini, bahwa dokter memiliki tanggung jawab sosial yang sangat besar di masyarakat. Baik diminta ataupun tidak.” 3

Ini kali saya kedua kali berhadapan dengan kejadian dokter sontoloyo di Bumi BBM ini.”

……………….

Nah para Dokter yang budiman, sudah bagaimanakah keadaan anda saat ini? Sudah berapa buah Mercy di garasi Anda? Jujur saja profesi dokter di Indonesia banyak narik duitnya daripada serius kuliahnya.

………………..

Ya Allah timpakanlah Azab serupa buat para bajinguk yang berkedok orang pintar bersertifikat ini.”

…………………..

Dokter Indonesia emang banyak yang kaya KAMPRET! Yang ada diotaknya cuma KEJAR SETORAN

…………………..

Belum lagi sekarang banyak FK di PTN yang buka program ekstensi untuk kedokteran yang kriteria masuknya hanya uang sumbangan, saya pernah ketmu bapak2 dipesawat yang baru aja daftarin anaknya dan bayar Rp. 250 jt. Bisa dibayangin seperti apa 10 thn lagi.”4

Bagaimana seorang dokter bisa begitu teledornya dengan tubuh pasiennya, sehingga hal seperti ini terjadi. Bukankah dunia dokter seharusnya penuh kehati-hatian. Saya bisa dibilang masih beruntung karena akibatnya tidak fatal, bagaimana dengan yang tidak seberuntung saya, kasihan sekali mereka.”

……………………….

“……Sementara yang ga mampu tuk ke Singapore tuk berobat, seperti saya, harus terima saja dengan ketidak becusan mereka dalam menangani pasien-pasiennya.”5


Ada pula yang mengategorikan malpraktik dokter sebagai 10 besar bencana nasional

Tidak putus Indonesia di dera musibah.
masyarakat dan Pejabat Indonesia pun ber-ujar.
Ini gangguan alam.
Tapi makin lama makin komplit, Negara ini didera musibah, spt :
1. Korupsi
2. Kemiskinan
3. Biaya pendidikan yang semakin mencekik
4. Gizi buruk
5. Flu Burung yg menjadi musibah nasional.
6. Demam Berdarah
7. Malaria dan Aids.
8. Banjir, Angin Puting Beliung, Gempa Tektonik, gempa Vulkanik.
9. Kecelakaan di darat, laut dan udara.
10. Mallpraktek
11.Dll…Dst….Dsb….
6


Dari sini dapat disimpulkan dokter itu, saat ini seperti ikan dalam akuarium. Kesalahan sedikit saja langsung bisa dilihat. Tuntutan akan kesempurnaan begitu kuat. Karena yang ditangani dokter adalah berkaitan dengan “nasib” hidup mati seseorang. Karena itu wajar, tuntutan kesempurnaan dan kehati-hatian dalam bekerja adalah sebuah keniscayaan. Yang perlu dicatat disini, bahwa keadaan sekarang sangat berbeda dengan keadaan beberapa dekade yang lalu. Kalau dulu, media informasi terbatas, tetapi saat ini media demikian luar biasa banyak ragamnya. Semua orang dapat menyebarkan kesalahan atau “ketidakbecusan” dokter itu, ke mana saja mereka mau. Seperti ungkapan pada pemilik blog di atas, semua orang yang mengakses alamat di atas akhirnya tahu dokter yang ada di sekitar pemilik blog itu tidak becus, teledor, dan penyebaran kesan atau lebih lanjut citra dokter secara umum akan tergerogoti.

Apakah perlu kita mempertanyakan siapa yang salah? Sistem pendidikannya kah? Budaya masyarakat Indonesia kah? Atau sifat dasar dari dokternya itu yang bermasalah? Yang pasti bila keadaan ini dibiarkan terus menerus seperti bola salju yang makin lama makin membesar, menggelundung akan menjadi malapetaka “ketidakpercayaan” masyarakat terhadap kinerja dokter produk dalam negeri.

Sebelum membahas lebih lanjut, saya ingin menyadarkan pada pembaca, bahwa dokter itu adalah manusia biasa, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Ia adalah makhluk yang multifaset. Banyak wajah. Pertama wajah ketika berhadapan dengan kepentingan diri sendiri. Kedua, wajah ketika berhadapan dengan keluarga beserta kultur dan budayanya. Ketiga, wajah ketika dia berperan sebagai profesional karena profesi dokternya ketika berinteraksi dengan pasien. Keempat, wajah ketika dia berinteraksi dengan masyarakat profesinya. Kelima, wajah ketika dokter menjadi warga negara dengan berbagai hukum yang berlaku juga buat dokter. Keenam, wajah ketika dokter menjadi bagian dari masyarakatnya.

Memahami bagaimana dokter bekerja, bagaimana dokter dapat menunjukkan kinerjanya, tidak lepas dari pemahaman 6 faset yang dihadapi dokter. Keenam faset itu sangat berpengaruh pada bagaimana kualitas kinerja dokter. Terlalu berorientasi pada 5 faset yang lain, tetapi mengorbankan 1 faset saja bisa membuat dokter menderita. Bahkan berujung pada kematian yang tidak diharapkan. Seperti pada contoh berikut satu faset keluarga yang kurang. Yaitu faset bagian dari keluarga, yaitu kurang harmonisnya hubungan suami istri. Sementara di luar sana, ia adalah sosok public figure, panutan dan tempat bertanya dan bersandar segala permasalahan masyarakat. Tetapi ketika dia sendiri didera masalah, kemana kah ia harus menyandarkannya. Keadaan ini tentu saja juga mempengaruhi dalam kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien. Mari kita simak kisah berikut :


Dokter Tewas Bakar Diri7

Seorang ibu dokter, 46 tahun, ditemukan tewas dengan membakar diri di samping garasi rumahnya.

Jenazah ibu tiga anak itu pertama kali ditemukan oleh dua putrinya, pertama berusia 17 tahun dan putri keduanya yang berusia 13 tahun, pada pagi harinya ketika mereka bingung ibunya tidak ada.

Tahu ibunya tidak ada, anak sulungnya yang berusia 18 tahun segera menghubungi sang ayah, yang juga dokter dan sudah beberapa tahun tinggal di tempat lain karena “pisah ranjang”. Setelah datang, ayah dan anak-anak segera mencari sang ibu. Mereka akhirnya menemukan wanita itu sudah tewas, dengan luka bakar di sekujur tubuhnya di sebuah garasi di samping kiri rumahnya.


Runtuhnya Pertahanan Jiwa Ibu Dokter8

Usia yang matang, latar belakang pendidikan tinggi, kehidupan yang agamis, dan pekerjaan yang mapan, ternyata tidak lantas membuat seseorang kuat dalam menghadapi masalah. Ini terbukti dari peristiwa bakar diri, ibu dokter ini.

Ibu dari tiga anak yang dikenal ramah dan mudah bergaul ini, mengakhiri hidupnya dengan luka bakar di sekujur tubuh, di garasi rumahnya. “Jangan melihat orang dari luarnya saja,” komentar Mochamad Widjanarko, dosen Progdi Psikologi dan peneliti di Universitas Muria Kudus (UMK).

Seseorang yang terlihat tegar, belum tentu tidak memiliki beban hidup. Kemungkinan, ujarnya, di balik itu secara psikologisnya terdapat kegagalan. Kegagalan tersebut dalam bentuk ada cita-cita atau standar hidup yang terpendam begitu lama, yang tidak diceritakan kepada orang lain.

Kerabat keluarga, rekan kerja, ataupun tetangga memang tidak melihat dia dalam keadaan depresi atau menanggung permasalahan yang berat. Ini karena fungsi pertahanan jiwanya, pada waktu itu masih berjalan baik,” ungkapnya.

Dia memaparkan, kuat – tidaknya manusia menghadapi permasalahan, dalam psikologi memakai pendekatan pertahanan jiwa. Bentuk-bentuk pertahanan jiwa adalah rasionalisasi, yakni mencari alasan atas suatu kejadian, proyeksi atau menyalahkan orang lain atas suatu keadaan yang ada dan sublimasi. Yaitu suatu bentuk pengalihan permasalahan.

Selain itu, tuturnya, terdapat represi berupa menyembunyikan/menekan pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan dan regresi dalam bentuk bersikap seperti anak kecil, misalnya melupakan masalah dengan bermain game.

Dalam hal ini, menurut Widjanarko, untuk kasus bakar diri ibu dokter ini, lebih tepat menggunakan pendekatan sublimasi dan regresi. Pada bentuk sublimasi, ibu dokter ini mengalihkan permasalahan yang membelenggunya dengan tekun bekerja. Diharapkan dengan tenggelam dalam rutinitas kantor, maka dia bisa melupakan persoalan hidup yang dihadapinya.

Inilah yang menjelaskan, mengapa dalam lingkungan kantor dia menjalankan tugas dengan baik. Juga di mata teman sejawat seperti tidak ada masalah,” ujarnya.

Pendekatan regresi, paparnya, ibu dokter ini berusaha untuk mengubur permasalahan hidupnya. Kemungkinan besar dia tidak mau berbagi permasalahan hidupnya dengan orang lain.

Tetapi, kata Widjanarko, faktanya permasalahan tetap ada dan membayangi hidupnya. Belum lagi ditambah kemungkinan munculnya persoalan baru, korban akhirnya tidak bisa menghadapi akumulasi persoalan itu. Selanjutnya bunuh diri menjadi alternatif yang dirasakannya bisa memecahkan masalah.


Menuntut dokter agar menunjukkan kinerja yang sempurna tidak begitu saja menyuruh dokter harus selalu siap ketika pasien datang meminta pertolongan. Tidak begitu saja menyuruh dokter untuk menurunkan tarifnya bahkan digratiskan hingga setiap orang bisa menikmati pelayanan kesehatan sebagai sebuah public good.9 Tidak begitu saja menyuruh dokter harus longgar hatinya ketika melayani pasien dan keluarganya yang mencemaskan penyakit yang diderita. Sehingga menghasilkan dokter yang ramah, murah senyum dalam memberikan pelayanan. Tidak begitu saja!

Harus melihat faset-faset itu secara utuh.

Faset pertama, dokter harus mempunyai kepribadian yang utuh. Mempunyai kedewasaan. Mempunyai tujuan hidup yang jelas. Mempunyai pegangan yang kokoh pada prinsip yang berlandaskan pada nilai-nilai ilahiyah yang kuat. Untuk membentuk ini diperlukan tarbiyah dzatiyah atau pendidikan diri yang konsisten dan berkelanjutan. Sebuah proses pendidikan yang tidak saja menggunakan sarana yang berorientasi pada aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Berikut adalah 10 indikator kinerja dokter yang sukses tarbiyah dzatiyahnya (diadaptasi dari Hasan Al Bana, membentuk kepribadian muslim yang ideal).

10 indikator kinerja

  1. Akidahnya harus lurus (tidak tercampur mistik, syirik apalagi menjadi dokter dukun)

  2. Ibadahnya harus shahih (setiap peribadatan mempunyai rujukan)

  3. Akhlaknya terpuji

  4. Mengusahakan bisa mandiri secara ekonomi

  5. Luas wawasan pengetahuannya

  6. Menjaga kebugaran dan kekuatan fisiknya

  7. Bersungguh-sungguh dalam mengerjakan segala amal perbuatan

  8. Cermat dan rapi dalam bekerja

  9. Menjaga waktu, tidak lagi membiarkan ada waktu yang hilang tanpa target kerja yang jelas

  10. Selalu mengusahakan diri agar bermanfaat bagi orang lain

Setelah sukses dengan tarbiyah dzatiyahnya, maka selanjutnya juga diharapkan bisa pula mewujudkan 10 indikator kinerja itu pada masing-masing anggota keluarganya. Untuk mewujudkannya dibutuhkan sarana-sarana. Dibutuhkan investasi waktu, tenaga dan finansial yang memadai. Sarana-sarana yang dibutuhkan meliputi (ini hanya sekedar contoh, tergantung pada kreativitas masing-masing individu) rihlah / rekreasi keluarga, saling menyimak bacaan al-qur’an pasangan, saling membangunkan ketika sholat malam bahkan sholat malam berjamaah. Membaca buku bersama. Saling menanyakan keadaan, suasana perasaan pasangan, anggota keluarga.

Dua faset di atas harus kuat dulu sebelum berangkat menuju faset yang lain. Dua faset di atas dapat dikatakan memperkokoh basis internal, sedangkan empat faset selanjutnya adalah banyak berkaitan dengan kegiatan dunia luar. Dua faset internal yang kokoh, maka atas izin-Nya tidak akan menghasilkan apa yang terurai dalam tulisan berikut yang sudah saya sarikan:10


Sebanyak 93 kasus korupsi bidang kesehatan yang melibatkan banyak dokter diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun 2005, dan bahkan 11 dokter diantaranya telah dijadikan tersangka. “Itu merupakan prestasi yang hebat dalam kasus korupsi, dan ironisnya melibatkan banyak dokter yang diadukan ke KPK,” kata Sekjen KPK, Dr. Sagiri Syarif MPA, dalam pidato Dies Natalis ke 60 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin 6 Maret 2006.

Diungkapkannya, Kabupaten berinisial K, polisi segera membuka kembali kasus dugaan mark up dana pengadaan peralatan medis senilai Rp 7,6 miliar dan tersangkanya dokter sekaligus direktur rumah sakit, serta dokter ahli yang merekomendasikan pembeliannya. Dalam kasus ini negara dirugikan Rp 4 miliar.

Kasus lain, di kabupaten G, direktur RS dr. AF dan pimpinan proyek serta kepala bidang pelayanan medis dr TDW dijadikan tersangka mark up pengadaan “CT Scan” pada tahun 2002-2003, negara dirugikan Rp 4,3 miliar.

Di kota S, ada pengaduan penyalahgunaan dana Askes oleh rumah sakit. Pengelola dana Askes dan dokter penanggung jawabnya dilaporkan telah memanipulasi data dan jenis penyakit yang dilayani rumah sakit. PT Askes dirugikan sebesar Rp 1,5 miliar.

Di kota J dokter S dilaporkan telah melakukan KKN dengan produsen obat tertentu, karena setiap pasien selalu diberi obat dengan merek tertentu pula.

Menurut Dr Sugiri, 70 % kasus korupsi bidang kesehatan terjadi pada pengadaan barang dan jasa, 15 % penyalahgunaan wewenang dan 2 % penyalahgunaan profesi. Sebanyak 8 % mis manajemen, 2 % pemerasan 1% grativikasi dan 2 % tidak termasuk korupsi.

Faset eskternal yang sangat dekat dengan dunia kerjanya adalah faset profesionalnya ketika ia berhadapan pasien. Untuk menciptakan hubungan yang harmonis dokter dengan pasien, maka dibutuhkan tarbiyah professionalism. Mengapa professionalism sangat ditekankan? Menurut Cruess SR et al11 penjagaan professionalism ini didasarkan karena adanya semacam “kontrak sosial” yakni :

  • Kontrak antara kelompok profesi (dokter) dengan masyarakat umum.

  • Profesi (dokter) diberi monopoli dalam menggunakan keahliannya dalam pelayanan kepada masyarakat, dengan menimbang otonominya, prestige dan imbalan finansialnya

  • Dan sebaliknya profesi (dokter) harus menjamin kompetensi mereka, memberikan layanan yang altruistik, berperilaku yang bermoral dan berintegritas

Karena itu dokter yang telah melakukan “kontrak sosial” disadari ataupun tidak, harus mengembalikan amanah yang telah diberikan itu dalam bentuk pelayanan yang profesional. Pelayanan yang profesional merupakan “daerah abu-abu” antara etika dan kompetensi. Aspek kompetensi meliputi excellence dalam kinerja, ada akuntabilitas dalam bekerja, dan ada pemenuhan kewajiban ketika hubungan dokter pasien telah dimulai. Sedangkan aspek etika mendasarkan pada 4 kaidah moral yaitu beneficence (memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya) pada pasien, non-maleficence (tidak berbuat yang merugikan terutama pada kasus-kasus kegawatan), autonomy (menghargai harkat dan martabat manusia secara utuh) dan justice, memerlakukan secara adil semua pasiennya tanpa mempertimbangkan perbedaan agama, ras, suku bangsa, ideologi maupun keyakinannya.

Seperti yang dikatakan oleh Hillary Rodham Clinton and Barack Obama 12

Malpractice suits often result when an unexpected adverse outcome is met with a lack of empathy from physicians and a withholding of essential information.

Jadi tarbiyah professionalism yang berhasil akan meminimalkan terjadinya kejadian malpraktik ataupun kejadian efek samping yang tidak diinginkan yang dianggap sebagai malpraktik, karena kurangnya empati dari dokter kepada pasiennya.

Faset selanjutnya yang tak kalah penting dalam menyokong professionalism dokter adalah faset masyarakat profesi. Maksud masyarakat profesi ini adalah komunitas sesama teman sejawat. Peran penting komunitas teman sejawat ini adalah semacam tempat bercermin satu sama lain. Sederhananya adalah peer control. Dalam tataran ideal peran peer control mestinya dapat meng”cut” teman sejawatnya yang tidak layak. Seolah-olah kayak tidak manusiawi. Tetapi justru dengan adanya kemampuan meng”cut” itu adalah untuk memurnikan komunitas dari perilaku ataupun orang yang dapat merusak disiplin ilmu kedokteran dan lebih lanjut merusak citra “kesatuan” komunitas profesi. Dalam tarbiyah komunitas profesi diperlukan sikap asertif bahkan dengan sesama teman sejawat sendiri, bilamana menjumpai perilaku yang menyimpang, segera memberikan “teguran atau nasehat” dalam dosis, cara, waktu dan tempat yang tepat. Perlu juga penyegaran kembali atau pembangkitan kembali nilai-nilai luhur profesi yang telah mulai kendur dan ditinggalkan. Untuk itu peran organisasi profesi sangat vital dalam hal ini. Sederhananya tugas organisasi profesi dalam komunitas profesi ini adalah membuat para anggotanya “betah dan nyaman” untuk tinggal dalam komunitas dengan tetap mempertahankan dan memperjuangkan nilai-nilai luhur profesi.

Faset selanjutnya adalah faset yang berhadapan dengan Negara. Dalam faset ini sangat diperlukan tarbiyah good citizenship. Dalam tarbiyah good citizenship ini dokter dituntut tidak sekedar sebagai pelayan kesehatan, tetapi lebih dari itu dokter dituntut memberikan kontribusi lebih bagi kemajuan bangsa dan negaranya. Dalam peran tarbiyah good citizenship ini kehadiran dokter bagi bangsa dan negara adalah suatu berkah. Sekalipun apa yang diperbuat hanya baksos (bakti sosial) ataupun pengabdian sosial lainnya, tetapi makna dan dampak dari perbuatan itu sangat besar. Dia mempunyai peran sebagai penghubung jurang perbedaan antara miskin dan kaya. Menggugah hati nurani para aghniya (orang kaya baik pribadi maupun perusahaan) di satu sisi, juga peredam rasa dendam orang-orang terpinggirkan (mustadh’afin), sehingga rasa kebersamaan dan ukhuwah bangsa dan Negara terjaga dan lestari.

Faset terakhir yang dihadapi dokter adalah faset yang berhadapan dengan masyarakat secara luas. Profesi dokter dalam faset ini sangat strategis. Posisi strategis karena secara sosiologis tanpa memandang status ekonominya, profesi ini berada dalam strata sosial menengah ke atas. Artinya pendapatnya, keterlibatannya, dalam masyarakat sangat dihormati dan disegani. Posisi dokter dalam faset ini adalah salah satu simpul dari sekian banyak simpul hubungan antar manusia dalam masyarakat. Profesi dokter sering dianggap sebagai tokoh masyarakat. Posisi strategis lain yang bisa dimasukkan dalam faset ini adalah peran tarbiyah ummat. Tarbiyah ummat dalam bidang kesehatan sangat vital bagi profesi dokter. Keberadaan profesi dokter adalah meningkatkan derajat kesehatan umat. Peran dokter dalam tarbiyah umat adalah sebagai ustadziyatul ummat (guru umat) dalam bidang kesehatan. Karena itu dokter sangat diharapkan keteladanannya dalam perilaku hidup sehat. Maka sangat disayangkan kalau dokter yang menganjurkan untuk tidak merokok malah dirinya sendiri adalah perokok berat. Demikian juga dengan perilaku lainnya, dokter menganjurkan untuk berperilaku seks yang aman, malah dia sendiri meminta detailman obat mencarikan wanita penghibur. Sangat kontradiktif. Dalam peran ustadziyatul umat di bidang kesehatan ini, keteladanan dalam perilaku sehat mempunyai peran yang sangat vital.

Demikianlah enam faset yang dihadapi dokter. Apabila faset-faset itu disikapi secara proporsional, dengan keteguhan hati serta berdisiplin dalam pelaksanaanya, dan dilaksanakan dengan penuh keseimbangan, maka harapannya adalah, akan menghadirkan sosok-sosok dokter yang punya andil besar dalam kemakmuran dan kemajuan bangsa. Amin.

Wallahu’alam

2 http://tuhu.blogspot.com Tuesday, August 30, 2005

3 http://achmadi.net Sat 14 Jan '06

4 http://adinoto.org May 9, 2006 at 6:32 am

6 http://ghozan.blogsome.com February 2, 2007

7 Suara Merdeka, Kamis Legi, 19 Mei 2005

8 Suara Merdeka, Sabtu, 21 Mei 2005

9 Public good adalah barang yang bisa dikonsumsi oleh siapa saja tanpa harus membayar. Menjadi hajat hidup orang banyak. Seperti oksigen, setiap orang bisa mengonsumsinya tanpa harus membayar dan tanpa pemisahan orang yang membayar maupun tidak.

10 Harian Republika, Selasa 7 maret 2006 hal 2

11 Cruess SR et al: MJA 2002 177 (4): 208-211

12 Hillary Rodham Clinton and Barack Obama :Making Patient Safety the Centerpieceof Medical Liability Reform (New Engl J Med 354;21 www.nejm.org May 25, 2006); seperti yang dikutip Budi Sampurna dalam Program Non Gelar Blok II FKUI Juni 2007, Profesionalisme dalam konteks UU Praktek Kedokteran.

Being a Good and Balanced Doctors (Perenungan Penulis Buku "Doctors Market Yourselves")

BErikut hasil perenungan diriku...
bagaimana agar menjadi dokter yang baik dan "balanced"
pertama kita lihat hubungan dokter - pasien dalam perspektif yang lebih luas (klik dua kali untuk melihat lebih detil di gambar berikut) :

beberapa nasehat penting

Hindari petunjuk yang berputar-putar


tahan terhadap berbagaimacam bau pasien



tahu isi pikiran kliennya


Usahakan diri untuk mudah dijangkau



Jangan mengerjain pasien



JAngan maen Coba-coba dengan nasib manusia (asal cloning aja)



JAngan Menjanjikan keberhasilan 100 %
tetapi berjanjilah mengusahakan 100 % kemampuan yang Anda miliki
walaupun nantinya tidak berhasil.... yang menentukan keberhasilan adalah Allah SWT





Jangan ASAL BEDA saja


MEt Idul Fitri 1428 H

Di Akhir Romadhon... jarang sekali nongol.... maklum ikutan bareng latihan I'tikaf dimasjid
tidur...baca2...ngaji...sholat malam, saur bareng di masjid...
i-mel sampai numpuk ada 200 an surat.... woww








hingga akhirnya tiba sholat Ied...
ga usah tanya aku sholat Ied hari Jum'at ato Sabtu ya...
habis itu silaturahim ke sanak Saudara...mulai dari Solo....Nganjuk....KEdiri... trus silaturahim ke saudara sesama makhluk Allah......










eh sebenarnya tidak saja silaturahim tapi juga arena mencocokkan penampakan mana yang paling mirip.... he he he
mana yang paling mirip yaa....

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments