my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Friday, September 26, 2008

Sebuah E-Mail dari Adik

Subuh ini membuka surat-surat e-mail, ternyata banyak surat dan salah satunya dari adik. hasil forward dari banyak alamat.... terus saya merasa ini layak untuk kita renungkan bersama... saya ingin berbagi e-mail itu di sini




SEMENIT SAJA

Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000,- apabila dibawa ke
masjid
untuk disumbangkan; tetapi betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk
dibelanjakan!

Betapa lamanya melayani Allah SWT selama lima belas menit namun
betapa singkatnya kalau kita melihat film.

Betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun
betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar / teman
tanpa harus berpikir panjang-panjang.

Betapa asyiknya a pabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra
namun
Kita mengeluh ketika khotbah di masjid lebih lama sedikit daripada biasa.

Betapa sulitnya untuk membaca satu lembar Al-qur'an tapi
betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser
namun
Lebih senang berada di shaf paling belakang ketika berada di Masjid

Betapa mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata,
namun
Alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama 30 hari ketika berpuasa.
Betapa sulitnya untuk menyediakan waktu untuk sholat 5 waktu; namun
betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada
saat terakhir untuk event yang menyenangkan.

Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam al qur'an;
namun
Betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.

Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun
Betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci AlQuran.

Betapa Takutnya kita apabila dipanggil Boss dan cepat-cepat menghadapnya
namun
Betapa kita berani dan lamanya untuk menghadapNya saat kumandang azan
menggema.

Betapa setiap orang ingin masuk sorga seandainya tidak perlu untuk percaya
atau
Berpikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.
Betapa kita dapat menyebarkan seribu

Lelucon melalui e-mail, dan menyebarluaskannya dengan FORWARD seperti api;
namun
Kalau ada mail yang isinya tentang Keagungan Allah SWT betapa seringnya
kita ragu-ragu,
enggan membukanya dan mensharingkannya, serta langsung klik pada icon
DELETE.

ANDA TERTAWA ...? atau ANDA BERPIKIR-PIKIR. .?
Sebar luaskanlah Sabda-Nya, bersyukurlah
kepada ALLAH SWT, YANG MAHA MENGETAHUI, MENDENGAR, PENGASIH DAN PENYAYANG.
Apakah tidak lucu apabila anda tidak memFORWARD pesan ini. Betapa banyak
orang tidak akan menerima pesan ini, karena anda tidak yakin bahwa mereka
masih percaya akan sesuatu. . . . . .

Tuesday, September 16, 2008

Renungan Romadhon 1429 H bagian ke 2

Menuju puncak sembilan detik yang sempurna

“Door” suara pistol juri melengking tinggi di angkasa Beijing tempat olimpiade dunia. Para pelari unggul dari berbagai dunia memacu otot-otot paha, tungkai bawah dan kakinya untuk menunjukkan siapa yang bakal mendapatkan gelar manusia tercepat di dunia di awal abad milenium ketiga.

Dan sang juara telah mencapai finish. Seratus meter ditempuh dalam sembilan koma tujuh detik, Bolt pelari dari negeri Jamaika, telah melakukannya. Dialah manusia tercepat di bumi saat ini. Bagaimana rahasia Bolt bisa menghasilkan prestasi yang luar biasa ini. Ternyata setelah dirunut ke belakang, si Bolt kecil yang berusia empat tahun itu telah dilatih ayahnya untuk menggenjot latihan sebagai sprinter. Luar biasa.

Ternyata Bolt yang memulai latihan olah raga yang menjadi spesialisasinya tidak sendiri. Atlet lain seperti David Beckham di dunia sepak bola juga telah digembleng ayahnya sejak usia empat tahunan. Kenyataan ini telah didukung penelitian ekstensif yang meneliti orang-orang yang berprestasi luar biasa seperti para olah ragawan juara dunia. Yang luar biasa adalah hasil penelitian itu mendapatkan hasil yang serupa. Mereka yang prestasinya tingkat dunia, mulai intensif melatih diri sejak usia dini di bawah enam tahun. Mereka yang prestasinya sampai di tingkat nasional memulai latihan intensif di usia yang lebih tua, demikian juga yang berprestasi di tingkat bawahnya pun juga memulai latihan intensif dalam usia yang lebih tua lagi.

Ulama besar kita seperti Imam Syafii, tidak saja disiplin belajarnya yang tinggi, tetapi juga memulai belajar sejak usia dini. Beliau hafidz (hafal di luar kepala) Al-qur’an pada usia yang sangat dini di usia tujuh tahun. Bahkan karakter ulama telah terbentuk jauh sebelum Imam Syafii lahir. Karakter kesholihan orang tua sang Imam unggul dari kebanyakan orang. Dikisahkan, ayah Imam Syafii, sedang lapar dan haus setelah menempuh perjalanan, di suatu sungai beliau menemukan sebiji buah apel. Karena hanya apel yang hanyut di sungai, langsung saja beliau makan apel itu. Baru separuh beliau makan, beliau memandang dari jauh tampak kebun apel dan sebuah rumah. Beliau menghentikan makan buah apel itu, serta merta berjalan menuju rumah dengan kebun apel, dimana sungai yang berjalan dari rumah dan kebun apel itu dengan sungai tempat beliau menemukan buah apel itu, masih sungai yang sama. Setelah bertemu dengan si pemilik rumah dan kebun apel, ayah Imam Syafii ini meminta maaf karena memakan buah apel tidak meminta izin kepada yang memiliki. Mengetahui ada seorang pemuda yang jujur seperti itu, segera si pemilik menikahkannya dengan anak gadisnya. Dan dari pernikahan itu lahirlah Imam Syafii.

Pembaca yang budiman, memperoleh puncak kesempurnaan ibadah di bulan Romadhon yang hanya di sepuluh hari terakhir, sama dengan prestasi Bolt maupun atlet atau orang-orang bertalenta kualitas dunia, dia butuh proses dan kedisiplinan yang sama. Sama pula dengan proses terbentuknya karakter luhur dari sang Imam Syafii. Puncak sepuluh hari terakhir adalah buah perjuangan spiritual beberapa bulan bahkan beberapa tahun sebelumnya. Hari ini masih belum terlambat. Masih ada banyak kesempatan untuk memperbaiki diri. Meningkatkan kualitas ruhiyah kita. Menuju sepuluh hari yang bernilai, melebihi panjangnya usia biologis kita.

Terima kasih jazakumullah khoiron katsiiro pada Ukhti Lya, instruktur olah raga yang bercerita tentang Bolt, sang Juara dunia lari seratus meter pria.

Wallaahua’lam

Sunday, September 7, 2008

Renungan Romadhon 1429 H

Lima belas menit yang bermakna

Daniel Goleman di bukunya Emotional Intelligence yang fenomenal itu, memaparkan sebuah penelitian pada sekelompok anak-anak usia pra sekolah. Kepada sekelompok anak-anak ini, peneliti membagikan satu biji makanan kecil semacam gula-gula, sembari mengatakan, “kalian boleh memakan gula-gula ini, tapi kalian hanya mendapatkan satu ini saja. Tetapi kalau kalian bisa bersabar, menunggu saya, kalian memperoleh tambahan satu gula-gula lagi”.

Ternyata respons anak-anak itu terbagi menjadi dua, pertama, ada yang langsung saja memakan satu gula-gula itu, dengan konsekuensi tidak mendapatkan gula-gula selanjutnya. Yang kedua, ada yang bersabar menunggu datangnya sang peneliti, dan mendapatkan dua gula-gula. Sekedar diketahui, jeda waktu antara peneliti pergi meninggalkan sekelompok anak ini, hingga datang lagi, hanya berjarak lima belas menit.

Yang mengejutkan adalah, bukan lamanya waktu lima belas menit itu, tetapi, setelah diikuti selama lebih dari lima belas sampai dua puluh tahun sesudahnya, terdapat perbedaan menyolok pada kedua kelompok anak tadi. Kelompok anak yang bersabar menunggu lima belas menit untuk mendapatkan tambahan satu gula-gula ternyata, prestasi akademis, perolehan karier, kebahagiaan dalam kehidupan dan rumah tangganya, lebih baik dan lebih bahagia ketimbang kelompok anak-anak yang tidak bersabar menunggu lima belas menit tadi.

Pembaca yang budiman, sebagai muslim/muslimah kita ditarbiyah oleh Allah SWT di bulan mulia ini, dengan bercermin dari hasil penelitian di atas, sangat dan sangatlah kita bersyukur diberikan sarana tarbiyah dengan puasa. Selama berpuasa, kita tidak saja menunggu dan bersabar selama lima belas menit, tetapi lebih dari itu. Masalah waktu jelas lebih lama, mulai subuh hingga maghrib menghabiskan waktu lebih dari dua belas jam menahan rasa lapar dan rasa haus. Untuk mendapatkan kesempurnaan, tidak saja rasa lapar dan rasa haus serta syahwat yang ditahan, tetapi emosi-emosi ringan dan halus, seperti jengkel, keinginan menggunjing, keinginan merendahkan orang, keinginan membicarakan kejelekan orang, hingga menahan amarah bahkan ketika posisi kita dalam keadaan benar pun, tetap harus bersabar.

Mestinya dengan dihadirkannya puasa satu bulan setiap tahunnya, membuat para muslimin dan muslimat jauh lebih berhasil dalam prestasi akademis, prestasi dalam karier, dan jauh lebih bahagia dalam menikmati kehidupan kita saat ini bagaimanapun kondisinya. Lebih mengerti dan memaafkan kelemahan dan kekurangan pasangan kita masing-masing, anak-anak kita, pembantu kita, staf yang menjadi bawahan kita, dan siapa saja yang berinteraksi dengan kita. Dan yang lebih penting lagi membuat kita lebih mempunyai daya tahan banting yang kuat menghadapi tantangan hidup menuju keberhasilan di dunia dan kehidupan abadi di akhirat kelak

Wallahua’lam

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments