my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Tuesday, November 18, 2008

Wisata Bahari Lamongan Jawa Timur

Beberapa waktu yang lalu sekeluarga
merilekskan pikiran ketegangan emosi mencari suasana santai
dan...
yang jadi sasarannya adalah Lamongan
tepatnya Wisata Bahari Lamongan
Inih ni hasil bidikannya



Sebenarnya adalah apa yang sebelumnya dikenal sebagai Tanjung Kodok
tuh ada tulisan kodoknya...


Nah yang ini pura-puranya berdiri di atas kapal....



Kalo yang ini umi sedang mejeng makan di tepi laut...



Serangga ini yang bikin kulit merah-merah... karena menyentuh getah tubuhnya
ini ditemukan saat makan di pinggir jalan saat maghrib



di menara inilah tempat meneropong munculnya bulan untuk menentukan sudah masuk atau belum bulan romadhon, bulan syawal atau bulan dzulhijah


Tuh kan bentuknya kayak kodok...



tidak lupa yang ini NARSISS


si Yunior juga ga lupa narsisnya...
he he he

Monday, November 17, 2008

Mawar Berduri

Aku sama sekali tidak pernah menyesali kalau diriku terlahir untuk menjalani kehidupan sebagai dokter. Dan sudah memang seharusnya aku bersyukur atas keadaanku saat ini. Bersyukur itulah yang membuat hidup kita jadi bahagia dan bermakna. Karena bersyukur itu pula lah yang membuat kita mencintai apa saja yang kita miliki, dan menyadari kalau itu adalah karunia dari Sang Maha Pemberi Karunia.

Ketika aku tanyakan kepada satu persatu teman-temanku dokter yang lain apakah mereka pernah menyesali kalau mereka ditakdirkan menjadi dokter? Mereka semua menjawab tidak. Walaupun ada yang menjalaninya dengan kondisi pas-pasan untuk ukuran dokter. Ada dokter umum yang bepergian kemana-mana naik sepeda motor. Kalau yang ini udah biasa. Jangan heran lho ada temanku yang spesialis dokter bedah tidak punya mobil, kemana-mana naik sepeda motor. Ada juga dokter spesialis penyakit dalam mobilnya toyota kijang kotak dan cat mobilnya mulai memudar. Beliau ini lebih banyak naik sepeda motornya ketimbang naik mobil. Ada pula spesialis Jiwa yang kemana-mana naik kendaraan umum. Ada pula yang spesialis anestesi yang juga sama dengan spesialis Jiwa tadi. Tapi tidak sedikit pula spesialis yang mobilnya selalu generasi terbaru dan jumlahnya lebih dari satu.

Mengapa aku harus bertanya apakah menyesal telah menjalani kehidupan menjadi dokter?

Sering orang mengatakan betapa indah menjadi dokter, banyak amalnya, banyak harta, setidaknya sangat jarang dijumpai adanya dokter yang miskin. Kata mulia dan banyak gambaran-gambaran indah lainnya sering dikaitkan dengan sebuah kata untuk menggambarkan profesi pengusaha penyembuhan, dokter.

Sering orang bermimpi punya suami atau istri dokter, punya anak dokter, punya menantu dokter, dan tidak sedikit pula yang bermimpi menjadi dokter. Puluhan hingga ratusan ribu lulusan SMA yang tidak lulus seleksi masuk fakultas kedokteran setiap tahunnya.

Tetapi menjadi dokter, mempunyai beban tanggung jawab yang luar biasa berat. Tuntutan profesinya demikian menghunjam dan mengusik kenyamanan diri. Dan yang tidak kalah hebat adalah resiko pekerjaan yang bisa mengancam kesehatan bahkan nyawa. Bila tidak dengan dasar kematangan emosional yang baik, menjalani profesi dokter mudah mengalami kejenuhan yang sangat dahsyat. Akibatnya tidak sedikit dokter yang sakit jiwa, menjadi pecandu obat dan beberapa diantaranya ada yang bunuh diri dan gila.

Perkembangan terakhir HIV AIDS juga infeksi Hepatitis B, membuat profesi dokter menjadi profesi yang sangat beresiko tertular kedua penyakit yang mematikan itu. Dokter tertusuk jarum yang telah dipakai oleh pasien merupakan kecelakaan yang “biasa” dijumpai pada dokter atau perawat. Teman dokter bedah menceritakan kejadian tertusuk jarum, dia alami dua kali dalam satu tahun terakhir. Kejadian tertusuk jarum yang digunakan melakukan penjahitan luka operasi kemungkinannya semakin besar manakala dia berdinas di rumah sakit pemerintah. Biasa katanya, jarumnya sering mulai tumpul, sudah hal yang lumrah prosedur birokrasi pengajuan jarum baru harus melalui rangkaian birokrasi yang menjengkelkan rumitnya. Jadi dokter bedah atau dokter umum atau perawat yang bertugas di rumah sakit mempunyai resiko kena infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi akibat sistem kerja di rumah sakit) sangat tinggi. Dibandingkan populasi umum, dokter bedah dan krunya berada di posisi tertinggi mendapatkan resiko dari jalur ini. Memang seringkali dokter dan krunya dibuat menjadi sama sekali tidak berdaya oleh sistem. Saya sendiri, mengalami tertusuk jarum yang digunakan pasien selama delapan tahun praktik dua kali. Lumayan lebih kecil ketimbang sejawat saya yang dokter bedah. Sebuah penelitian di rumah sakit swasta di Jogja, melaporkan tiga kejadian infeksi nosokomial pada dokter yang bekerja di rumah sakit swasta tersebut selama tiga tahun terakhir. Ketiganya menderita penyakit hepatitis B.

Dokter bedah teman saya ini, setelah saya beritahukan hasil penelitian itu, mengatakan, “Kalau kita menjalani profesi ini karena tidak didasari ibadah, tentu akan berpikir takut dan serba was-was. Saya katakan itulah resiko pekerjaan sebagai dokter bedah. Saya pun tidak bisa menjamin apakah saya bebas hepatitis B atau HIV, na’udzubillah. Itulah resiko dari pekerjaan saya. Sama seperti pekerjaan lain yang mempunyai resiko”

Beberapa waktu yang lalu, seorang sejawat dokter penyakit dalam bercerita kepada saya. Dia pernah merawat seseorang yang dia diagnosis menderita demam tyfoid. Pasien ini sangat spesial, lumayan lama dirawat di rumah sakit hingga dua minggu. Setelah beberapa kali kontrol dan merasa dekat dengan teman sejawat dokter penyakit dalam tadi, pasien mulai mengatakan hal yang sesungguhnya, bahwa dia menderita HIV positif. Mendapatkan kabar seperti itu, teman sejawat dokter penyakit dalam ini memberikan informasi tersebut kepada kolega perawat yang ikut merawat pasien ini. Hampir semuanya panik dan was was, kalau-kalau ada kontak darah, atau semacam jarum tertusuk yang seperti dialami teman sejawat dokter bedah atau saya sendiri. Mereka semua mencoba meyakinkan bahwa tidak ada kecelakaan selama menangani pasien ini. Mengingat dua minggu adalah waktu yang terlalu lama untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan, karena sebelumnya tidak ada “warning”.

Kakak perempuan saya yang telah lulus dokter spesialis paru, mengatakan setiap dia jaga di bagian paru saat sekolah spesialis di RS dr Soetomo, hampir selalu menjumpai pasien dengan HIV positif. Bahkan saat ada dokter muda yang ujian, oleh perawatnya tidak diberitahu kalau pasien yang dia tangani saat ujian adalah penderita HIV positif. Pada saat melakukan pengambilan darah, dokter muda yang berjilbab ini mengalami kecelakaan pekerjaan dokter. Dia tertusuk jarum yang digunakan untuk mengambil darah pasien HIV positif ini. Setelah ujian selesai, hari berikutnya dia baru diberitahu kalau pasien ini ternyata HIV positif. Dokter muda ini langsung syok mendengar kabar ini.

Yah itulah, seperti yang dikatakan teman sejawat saya dokter bedah, resiko pekerjaan. Memang profesi dokter itu seperti bunga mawar yang tampak indah. Tetapi dibalik keindahan itu ternyata banyak duri yang siap sedia untuk menusuk siapa saja yang tidak hati-hati ketika menyentuhnya.

Wallahua’lam

Surakarta 17 November 2008

Sunday, November 2, 2008

Just Image















Kultur Revolusi Seksual

Saat sedang santai baca buku setelah urusan praktik selesai, penyeranta handphone saya berbunyi…. ternyata ada SMS.

dari 08564xxxxx

dok, ini Evi mhn maaf mo nanya gynecosid itu obat apa sih, efek smpingnya apa? kalo beli mmang hrs pake resep?

Saya menjawab

081225xxxxxx

Itu obat hormon kewanitaan, hrs dengan resep dokter. Lha ada apa mbak?

Beberapa menit kemudian

Dari 08564xxxxx

Saya sdh ga mens 2 bln ini, kata tmn2 gynecosid itu bisa membuat mens. Kalo boleh sy mnta respnya ya dok.. boleh ya

Saya membalas kembali

081225xxxxxx

Wah mbak kalo nulis resep apalagi obt hrs ada alasannya. Ga bs lgsng tembak. Sy sarankan mbak perxa lab dulu, mmastikan itu bukan kehamilan..

Kembali ada balasan

Dari 08564xxxxx

Trs terang kayaknya hamil, sy sdang skripsi, sy anak sulung, si cowok cuek… sy didiemin aja

Saya balas sms-nya

081225xxxxx

Mbak Evi yg b4ik, sy ada pasien anak, dia cacat, matanya suka nglirik ke atas, air ludahnya suka nyrocos terus… ortunya sm2 mhsiswa. Mncoba menggugurkan, dng obt mcm2 tms obt kimia & trdisionl. Ternyt anaknya ttap bertahan smpe lahr. Skrng ke2 ortunya ga tahu dimana. Anak itu dirwt pa becak.. maaf mbak kalo sy mngcewakn..

………………………………………………………

Penasaran ya kelanjutan ceritanya...

saya terus terang ga bisa ngasih advis apa-apa for this girl...

Eh ngomong-ngomong kasihan ya anak yang bola matanya suka ngelirik ke atas, ludahnya suka nyrocos keluar, korban ortunya yang sama-sama tidak menghendaki kelahirannya, karena ketergesaan cinta dan berusaha membunuhnya, tetapi gagal, akhirnya lahir cacat seperti yang saya ceritakan di sms.

Puisi sang anak malang

Ooh sungguh malang diriku

Akulah noda dari cinta yang bergairah

Akulah aib dari cinta yang merekah

Akulah satu bintang yang coba dihapus dari malam

Akulah kota yang coba dihapus dari peta

Tetapi mereka tidak mampu mengubah takdir

Aku tetap terlahir

Aku tetap ada

Semua perasaan yang seharusnya ada untukku, tetapi dia dicampakkan jauh-jauh

Aku dianggap tidak ada

Aku tak diacuhkan sama sekali

Aku lahir dengan ketidaksiapan cinta

Aku lahir tak diharapkan

Aku lahir tuk dikorbankan

Aku lahir tuk dikalahkan oleh harga diri

Aku lahir tuk dicampakkan agar mereka tetap terhormat di depan manusia

Dengan cacat yang tlah mereka lakukan padaku

Cacat yang harus aku tanggung sendiri sampai tutup usiaku menjelang

Penderitaan yang aku jalani tanpa penerimaan

Tanpa dukungan

Bahkan oleh bapak ibu biologisku sendiri

Kasus Evi dan anak cacat yang gagal diabortus ortunya adalah masalah yang sering dijumpai di era “kebebasan seksual” dewasa ini. Abortus arti katanya usaha menggagalkan kehamilan, bisa pula diartikan usaha “membunuh” janin. Kriteria usia “membunuh” masih menjadi kontroversi di kalangan medis di berbagai belahan dunia. Istilah abortus dimunculkan untuk lebih membuat “nyaman” ketika melakukan tindakan “membunuh” janin. Apalagi kalau dilakukan secara sengaja dan bukan karena indikasi medis. Kejadian abortus yang berhasil (contoh di atas adalah kasus abortus yang tidak berhasil) mempunyai catatan statistik yang luar biasa. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian[1] :

1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura

antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia

antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina

antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand

Resiko tindakan abortus banyak ditanggung oleh wanita. Kita lihat dari data yang dihimpun oleh WHO semuanya ditanggung wanita.

Selama saya melakukan praktik dalam delapan tahun terakhir, saya menjumpai lebih dari sepuluh kasus penyakit menular seksual seperti gonorhoea (dibaca gonore), atau orang biasa menyebut dengan kencing nanah. Karena yang sering dikeluhkan pada muara penisnya merembes carian putih kental bercampur nanah, menjadi flek-flek kekuningan di celana dalamnya. Dan yang lebih memrihatinkan adalah kesemuanya adalah mahasiswa. Kalau kita merujuk pada kepustakaan, seseorang yang telah menderita gonorhoea didapatkan telah melakukan hubungan seksual rata-rata dengan 4 pasangan seksual. Penderita sifilis melakukan hubungan seks dengan rata-rata 5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal-usulnya.

Jadi 10 mahasiswa yang datang di tempat praktik saya dalam 8 tahun terakhir, mencerminkan sudah punya resiko menularkan dan ditularkan penyakitnya kepada 40 pasangan seksual mereka. Bahkan ada dua orang dari mereka datang ke tempat praktik karena kambuh lebih dari empat kali dalam periode waktu yang berbeda.

saya bingung harus bagaimana? tanyakan saja pada rumput yang bergoyang?

[1] Azhari, 2002, masalah abortus dan kesehatan reproduksi perempuan dalam Seminar Kelahiran Tidak diinginkan (aborsi) Dalam Kesejahteraan Reproduksi Remaja, Palembang 25 Juni 2002

Saturday, November 1, 2008

Mengapa Pasien Berobat ke Dokter

Menurut Grossman (1972), masing-masing individu melakukan produksi, menggunakan aneka input di “pasar”, untuk melipatgandakan stok kesehatan dalam tubuhnya sehingga jumlah hari-hari sehatnya (healthy days) bertambah, sekaligus “mengisi ulang” stok kesehatan yang berkurang (depleted, depreciated) akibat proses penuaan, iklim, penyakit, polusi, bencana alam, dan sebagainya. Aneka input kesehatan tersebut mencakup pelayanan kesehatan, makanan bergizi, gaya hidup, lingkungan pemukiman yang baik, dan sebagainya. Makin banyak jumlah makanan bergizi yang dikonsumsi, makin sehat individu. Makin baik pemukiman individu, makin tinggi derajat kesehatan individu. Demikian juga, makin banyak kuantitas pelayanan kesehatan yang dikonsumsi individu, makin tinggi status kesehatan individu.[1] [2]

Dengan melihat definisi Grossman di atas, maka pasien datang berobat ke dokter motivasi terbesarnya adalah ingin mengembalikan atau mendapatkan kembali hari-hari sehatnya yang hilang. Jadi pergi ke dokter hanyalah turunan dari kebutuhan utamanya memproduksi hari-hari sehatnya. Atau dapat pula dikatakan dokter hanyalah sebuah agen bagi pasien untuk memperoleh hari-hari sehatnya kembali. Dalam taraf ideal, mendapatkan kesehatan adalah hak setiap orang. Karena itu mendapatkan kesehatan adalah termasuk salah satu hak azasi manusia. Atau dapat dikategorikan mendapatkan pelayanan kesehatan adalah barang publik. Artinya setiap orang tanpa ada diskriminasi berhak memperolehnya secara gratis. Akan tetapi, sistem kesehatan yang dianut di negara kita, tidaklah demikian. Karena keterbatasan sumber daya pemerintah, sehingga sebagian, bahkan sebagian besar kebutuhan layanan kesehatan ini diserahkan kepada pihak swasta (70 – 80 % layanan kesehatan yang dikonsumsi masyarakat di Indonesia saat ini adalah layanan kesehatan swasta)[3].

Inilah tantangan dokter, bagaimana mengusahakan layanan kesehatan dari dokter baik pribadi maupun institusi layanan kesehatan pemerintah maupun swasta menjadi barang publik. Memenuhi hak setiap orang memperoleh kesehatannya. Mengusahakan layanan kesehatan menjadi public good (barang publik) akan menurunkan biaya kesehatan yang merupakan salah satu unsur biaya produksi. Bila biaya produksi turun, maka akan meningkatkan daya saing manusia Indonesia, karena rendahnya biaya produksi yang merupakan salah satu andil dari biaya kesehatan. Sebuah idealisme, yang menantang kita untuk mewujudkannya. Kenyataan memang banyak bukti yang menunjukkan bahwa kesehatan “hanya hak orang kaya dan punya uang” seperti ungkapan-ungkapan berikut :

……….Istriku bukan keluarga pasien, tapi ketika masuk ke sana si perawat bertanya, "Anda keluarga pasien? Sudah ada uang buat biaya pengobatan?"

………………………..

dulu aku pernah nolongin anak SMP korban tabrak lari pas sedang dlm perjalanan ke kantor. Aku minta tolong sama RS terdekat (kebetulan kejadiannya jg pas di depan RS itu), eh kata satpamnya,”wah susah mbak kalo nggak ada penjaminnya..”[4]

Jadi Mengapa Pasien Datang Berobat ke Dokter?

Alasan utamanya mereka sakit ingin sembuh. Ketika memilih tidak serta merta langsung membuat keputusan ada dokter yang tinggalnya dekat dengan rumahnya langsung berobat. Tidak! Dia butuh belajar dulu, apakah dokter yang berada di dekat tempat tinggalnya itu bisa dipercaya atau tidak. Tidak dipercaya? Ya. Mereka butuh bukti-bukti yang bisa mereka persepsi bahwa dokter yang praktik dekat tempat tinggalnya itu benar-benar bisa dipercaya dan kredibel. Hanya sedikit orang yang mau menjadi “kelinci percobaan” dan beranggapan semua dokter mempunyai kualitas yang sama dan terstandarisasi. Setelah melihat banyak orang yang sakit dan berobat ke dokter tadi bisa sembuh dan tertangani keluhan maupun penyakitnya maka, barulah ia memberanikan diri mempercayai dokter tadi. Butuh proses.

Kata kuncinya adalah kepercayaan. Dalam kehidupan sehari-hari ketika kita makan di warung Tegal, penjual makanan tidak akan memelototi Anda kan ketika Anda makan dengan santai mengambil lauk atau makanan ringan yang dihidangkan. Mereka tidak akan terus-menerus memelototi gerakan tangan Anda sembari menghitung-hitung berapa jumlah makanan yang Anda ambil. Mereka sepenuhnya percaya kepada kejujuran Anda berapa lauk yang Anda ambil untuk dihitung berapa rupiah yang harus Anda bayar kepada sang penjual. Lain halnya kalau penjual tidak percaya, Anda makan tidak akan nyaman. Terus dipelototin. Demikian juga di tempat-tempat lain.

Jadi inti pesan yang ingin saya sampaikan adalah adanya kepercayaan di antara kita sesama manusia akan membuat hidup ini begitu nyaman dan sangat murah. Sangat murah? Kalau penjual warung tegal itu tidak percaya dengan setiap orang yang makan di warungnya, tentu dia akan membayar lebih banyak pekerja yang berfungsi sebagai tukang “mata-mata” untuk menghitung berapa makanan tambahan yang Anda ambil. Berarti ada tambahan biaya yaitu menggaji tukang “mata-mata”. Dan hasil akhirnya tarif makan di warung Tegal akan sangat mahal. Demikian juga dengan berbelanja di toko, berbelanja menjadi tidak aman, sedang biaya untuk menjalankan operasional toko juga bertambah mahal karena adanya pengawasan “ekstra” terhadap pengunjung oleh karyawan tambahan.

Praktik dokter dalam suasana yang tidak ada budaya trust juga akan berbiaya mahal. Dokter akan mengeluarkan uang untuk asuransi “tuntutan” malpraktik, untuk jaga-jaga sewaktu-waktu ada tuntutan malpraktik dari pasiennya. Selain biaya asuransi, juga menganggarkan cadangan dana untuk menutup biaya dari jasa pengacara. Sebagai hasil akhirnya jasa praktik dokter menjadi bertambah mahal.

Dalam perspektif yang lebih luas, Francis Fukuyama, dalam bukunya Trust [5] menyebutkan bahwa mangkirnya kepercayaan dalam suatu masyarakat menyebabkan kinerja ekonomi yang buruk beserta implikasi-implikasi sosial yang menyertainya. Selanjutnya, Francis menyebutkan sebuah kasus berikut :

Di sebuah kota kecil di Italia selatan selama tahun 1950-an, Edward Banfield mencatat banyaknya warga negara kaya yang enggan untuk bersama-sama mendirikan sekolah atau rumah sakit, padahal kedua fasilitas umum ini sangat dibutuhkan oleh penduduk kota itu. Mereka juga emoh untuk membangun perusahaan, meskipun mereka meiliki kelimpahan modal dan buruh. Alasannya sederhana, mereka menganggap bahwa membangun fasilitas umum adalah kewajiban negara, bukan mereka.

Di bagian lain, mencontohkan, betapa negara sedemokratis Amerika terpaksa mengeluarkan lebih banyak anggaran negaranya ketimbang negara-negara industri lain untuk menahan lebih dari satu persen penduduknya di penjara dan mendanai program perlindungan polisi. Secara substansial, Amerika Serikat juga terpaksa membayar lebih banyak ketimbang yang dibayarkan Eropa atau Jepang untuk membayar pengacaranya, sehingga para warga negaranya bisa saling tuntut satu sama lain.

Trust atau kepercayaan yang tidak terbina dengan baik, juga memperburuk kinerja perusahaan atau suatu institusi. Hal ini dibenarkan oleh W. Chan Kim dan Renée Mauborgne, dalam buku best seller-nya Blue Ocean Strategy [6], mencontohkan sebuah pabrik yang melanggar prinsip proses yang adil 3 E Engangement, Explanations, Expectation clarity. Engagement berarti melibatkan individu-individu dalam keputusan-keputusan strategis, explanation berarti bahwa setiap orang yang terlibat harus memahami kenapa keputusan strategis dibuat, dan expectation clarity bahwa pegawai harus tahu sedari awal standar apa yang akan digunakan untuk menilai mereka dan sanksi apa yang dijatuhkan untuk kegagalan. Pelanggaran yang dilakukan pabrik tadi adalah tidak melibatkan pegawai dalam keputusan-keputusan strategis yang secara langsung mempengaruhi mereka, mendatangkan konsultan asing yang tidak saja sekedar berbeda busananya, tetapi juga berbisik-bisik dan kasak-kusuk sesama mereka, ditambah sang manajer jarang hadir. Akibatnya muncul ketidak percayaan, walaupun strategi yang dihasilkan bagus, tetapi gagal dalam implementasi hanya karena ada prasangka yang seharusnya bisa diantisipasi sejak awal.

Dikatakan pula dalam buku yang sama bahwa individu mencari pengakuan terhadap nilai mereka, bukan sebagai “buruh”, “personalia”, atau “sumber daya manusia”, melainkan sebagai manusia yang diperlakukan dengan rasa hormat. Menurut kedua penulis ini pula, proses yang adil akan mendatangkan suatu rangkaian komitmen, kepercayaan dan kerja sama sukarela bukan sekadar sikap atau perilaku tetapi merupakan modal intangible (tidak berwujud fisik).

Hubungan yang dilandasi saling percaya

Idealnya hubungan dokter dan pasien dilandasi oleh rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Pasien yang membutuhkan penyembuhan atas sakit yang diderita, sedangkan dokter adalah pihak lain yang sangat tahu mengenai kondisi sakit pasien. Keduanya sebagaimana diketahui terdapat kesenjangan pengetahuan yang sangat lebar. Karena itu butuh sesuatu untuk menjembatani jurang itu, yaitu adanya rasa percaya diantara kedua belah pihak. Pasien mempercayai bahwa dokter tidak mempermainkan dirinya, tidak berorientasi mengambil sebanyak keuntungan dari uang yang dikeluarkan pasien, tidak menjadi obyek penelitian yang tidak jelas resikonya, dan tidak melakukan pemeriksaan dan pemberian tindakan ataupun terapi secara sembrono, sudah dipertimbangkan secara matang, sesuai kompetensi yang dimiliki oleh dokter. Yang sangat ditekankan adalah bahwa dokter dan pasien secara prinsip secara bersama-sama berikhtiar dalam kepemimpinan sang dokter berusaha mencari kesembuhan atau berusaha meningkatkan kualitas hidup pasien.


[1] Bhisma Murti, Laksono Trisnantori, Ari Probandari, Atik Heru Maryanti, Deni Hardianto, Mubasysyir Hasanbasri, Titik Wisnuputri; 2006, Perencanaan dan Penganggaran untuk Investasi Kesehatan di Tingkat Kabupaten dan Kota, Gajah Mada University Press.

[2] Goodman, AC; Stano, M; Tilford, JM, 1998, Houshold Production of Health Investment*analysis and Aplications, MG_DOC June 17, 1998

[3] Wawancara pribadi dengan Bhisma Murti, September 2007

[5] Francis Fukuyama, 1995, Trust, The Social Vitues and the Creation of Prosperity, Edisi Indonesia, Trust; Kebajikan Sosial dan Pencipataan Kemakmuran, Penerbit Qalam, Nopember 2002

[6] W. Chan Kim dan Renée Mauborgne, 2005, Blue Ocean Strategy, Harvard Business School Publishing Corporation, Boston; Edisi terjemahan Indonesia, Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru), Penerjemah Satrio Wahono, Penerbit PT Serambi Ilmu Semesta, Januari 2006

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments