my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Sunday, December 28, 2008

Ga tahu ya saya bukan orang sini

Saat bulan purnama dalam bentuk yang sempurna, dua orang pemabuk berat sedang seru-serunya memperdebatkan bagaiamana sih bentuk bulan yang mereka lihat...

“Kamu tahu ga, bulan itu bentuknya lonjong. Tuh lihat lonjong kan” kata salah satu pemabuk

“Kamu keliru! Yang benar itu bujur sangkar! Tuh lihat kotak bujur sangkar kan!” kata pemabuk yang lain

“Salah! Yang benar lonjong!”

“Kamu salah besar! Yang benar kotak!”

Beberapa saat setelah terjadi perdebatan seru muncul orang lain yang sedang lewat

“Eh Sadar ga sih kalo kita ini sama-sama mabuk, sebaiknya kita tanya ke orang yang lewat itu”

“Ya baiknya memang begitu”

Orang lewat tadi dipanggil dan ternyata dia menghampiri kedua pemabuk itu

“Eh Mas, kita kan sedang kebingungan, bulan itu bentuknya apa sih, lonjong atau bujur sangkar. Mas bisa memberitahu kami?”

“Wah kalau itu ga tahu ya, saya bukan orang sini pak!”

Ternyata … sama-sama orang mabuknya?!#




Industri di sektor layanan jasa, seperti layanan kesehatan, pengetahuan adalah salah satu komponen yang prima. Setiap fitur yang ditawarkan organisasi layanan kesehatan harus benar-benar terdistribusi ke seluruh karyawan baik dokter umum, dokter spesialis maupun perawat, fisioterapis, nutrisionis, bahkan sampai tukang parkir idealnya harus mengetahuinya.

Para pelanggan, biasanya akan menanyakan kepada siapa saja yang mudah untuk ditemui. Ketika kebingungan, bisa jadi dia akan menanyakannya kepada petugas parkir ketika habis memarkirkan kendaraannya. Atau menanyakannya kepada perawat, dan ini adalah hal yang lumrah dilakukan. Atau bisa jadi dia menanyakan kepada dokter umum yang kebetulan sedang menulis di status penderita. Atau dia menanyakan ke dokter spesialis yang kebetulan sedang lewat.

Nah kalau jawaban dari staf rumah sakit ini adalah “wah ga tahu ya” kan hampir mirip dengan “wah kalau itu ga tahu ya, saya bukan orang sini pak!”

Glodak!

Thursday, December 18, 2008

Tantangan "Marketing" Akibat Hadirnya Mahasiswa Kedokteran Asing di Fakultas Kedokteran di Indonesia

Saat ini fakultas-fakultas kedokteran negeri ternama banyak diramaikan mahasiswa asing yang ikut dalam kelas-kelas internasional. Kelas-kelas itu penuh mahasiswa asing dan yang menggembirakan adalah semakin tebalnya pundi-pundi keuangan institusi yang menyelenggarakannya. Betapa tidak, SPP per mahasiswa setiap semester saja sudah mencapai 20 juta lebih. Belum lagi dana pengembangan. Maka tidak mengherankan sebuah fakultas kedokteran memiliki pendapatan per tahun bisa mencapai puluhan miliar per tahun.
Bagi para praktisi kedokteran atau dokter praktik baik yang solo maupun berkelompok, melihat fenomena seperti dalam jangka panjang sebenarnya adalah sebuah ancaman bagi kelangsungan strategis “bisnis” profesinya. Mengapa ancaman?

Kalau pembaca pernah membaca buku saya “Doctors Market Yourselves” ada sebuah kutipan dari sebuah majalah nasional, yang menyebutkan ada 16 juta warga Indonesia yang mempunyai kemampuan belanja kesehatan yang setara dengan papan atas warga Singapura. Sebuah pasar yang fantastis untuk “bisnis” layanan kesehatan kan. Terbayang berapa miliar atau bahkan triliun rupiah per bulan yang bisa mengalir ke pundi-pundi kas negara Singapura ataupun Malaysia. Betapa makmurnya dokter-dokter yang ada di sana.
Sekarang coba Anda bayangkan sepuluh tahun lagi. Para mahasiswa asing yang sebagian besarnya berasal dari Malaysia itu. Berarti saat itu mereka sudah menjadi dokter bahkan menjadi dokter spesialis produk fakultas-fakultas kedokteran ternama dalam negeri. Mereka bisa praktik dan mempunyai hak yang sama dengan para dokter yang menjadi rekannya selama kuliah. Secara kompetensi dan kewenangan mereka mempunyai hak yang sama melakukan praktik di negeri Indonesia. Nah, coba Anda bayangkan lagi, seandainya rumah-rumah sakit Malaysia mendirikan cabangnya di Indonesia dalam usaha menjangkau “pasar” 16 juta (tentu saja akan bertambah jumlahnya) itu. Apa yang bisa didapat oleh dokter-dokter dalam negeri. Mungkin hanya sebagai penonton di negeri sendiri.
Ini dari sudut pandang dokter. Dari sudut pandang pasien, apa yang bisa pasien peroleh? Mereka adalah “laboratorium” besar pasien untuk latihan. Apakah uang dikeluarkan oleh mahasiswa asing itu bisa mereka rasakan untuk mendapatkan status kesehatan yang layak?
Inilah tantangan kita. Para dokter. Para pendidik fakultas kedokteran. Para praktisi dokter yang memberikan pelayanan di rumah sakit pendidikan yang menjadi ajang “latihan” bagi mahasiswa-mahasiswa asing tersebut.

Tuesday, December 9, 2008

Kekuatan Tim Dalam Praktik Dokter


Dalam hal praktik pribadi atau sering disebut solo practice, saya termasuk pelaku dan menyadari kesalahan saya tersebut. Praktik pribadi tunggal memang memiliki beberapa keunggulan. Salah satu keunggulannya adalah kita adalah penentu tunggal kebijakan dalam segala hal yang berkaitan dengan operasionalisasi praktik. Mau buka praktik kapan, mau narik tariff berapa, mau menentukan target berapa pasien yang kita layani dan standar pelayanan semuanya terserah pada kita. Tetapi kekurangannya juga tidak kalah banyak. Saat terakhir ini saya menyadari sekali kekurangan itu. Ketika pasien-pasien sudah “maniak” dengan pelayanan kita, tetapi pada saat yang sama, kesibukan kita di luar praktik seiring dengan berjalannya waktu, sejalan dengan banyaknya relasi dan semakin padatnya waktu sehingga jatah waktu keluarga semakin berkurang, maka praktik tunggal semakin menunjukkan kekurangannya. Bila kita berpikir lebih jauh lagi, apakah karier kita sebagai dokter hanya berhenti sampai disini, sebagai praktik tunggal seumur hidup. Demikian juga yang tidak kalah penting adalah kualitas layanan pada pasien yang kita berikan tentu akan sangat jauh berbeda dengan ketika melakukan praktik tunggal pertama kali.

Saat pertama kali buka praktik tunggal tentu akan memberikan perhatian sangat penuh. Masih merintis praktik, membangun “nama” atau orang pemasaran bilang sebagai “merek pribadi” dan tentu saja kesibukan masih relatif kurang, sehingga peran sebagai dokter keluarga yang memperhatikan pasien dari seluruh aspek hidupnya dapat diberikan secara utuh. Dokter muda tadi masih sempat melakukan kunjungan rumah, atau mendatangi rumah pasien manakala pasien tidak dapat datang ke tempat praktik.

Tetapi dengan berjalannya waktu, jumlah pasien makin banyak, bahkan ada beberapa teman sejawat dalam satu sesi praktik (jam 5 sore sampai jam 11 malam baru selesai) pasiennya bisa mencapai 100 pasien. Perhatiannya tidak sebanding saat pertama kali merintis praktik. Jangankan memperhatikan aspek keluarga pasien maupun keadaan rumah pasien, memperhatikan keluarga dan rumah sendiri saja sudah tidak ada waktu lagi. Dokter yang seperti ini secara psikologis tentu akan mudah jatuh pada kejenuhan. Sangat manusiawi kalau ia mudah jenuh, dan berada dalam posisi yang rawan mengalami kesalahan laten dalam pelayanan medis, berujung pada meningkatnya kejadian malpraktik. Seluruh waktunya hamper habis untuk praktik, praktik dan praktik. Maka tidak jarang keluarga dokter yang broken home, anak kurang perhatian, mudah jatuh pada pengguna obat dan sebagainya dan sebagainya.

Lain halnya bila sejak semula dokter berkolaborasi dengan teman-teman sejawatnya, mendirikan praktik bersama. Mereka saling share sumberdaya. Sumberdaya manusia ahli (dokter) mereka sendiri, share sumberdaya modal untuk dibelanjakan untuk sewa atau membeli tempat, membeli peralatan-peralatan diagnostik seperti rontgen sederhana, USG dan reagen-reagen laboratorium klinik serta kelengkapan administrasi yang sederhana sampai canggih seperti komputer beserta software pendukungnya. Dengan ketersedian berbagai sumber daya tersebut, pelayanan yang dihasilkan lebih komprehensif, lebih lama waktu pelayanannya karena dokter-dokter pendirinya bisa share waktu pelayanan, bisa 24 jam dan masing-masing dokter tidak akan kecapaian seperti yang saya alami akhir-akhir ini. Perhatian dokter dalam melayani pasien akan lebih utuh. Waktu dokter lebih luang demikian juga perhatian pelayanan yang customize pada pasien lebih bisa diberikan ketimbang dokter praktik tunggal. Maksud pelayanan yang customize adalah pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan individu setiap pasien. Saya ada contoh dari kolega dan dosen saya yang pernah kuliah di Filipina. Di sana jarang dijumpai dokter praktik tunggal, sebagian besarnya adalah praktik bersama. Seorang pasien yang beliau wawancarai bercerita, kalau dia periksa ke tempat praktik bersama, pasti pagi hari esoknya selalu ada telefon dari klinik tempat dia periksa. Dalam telefon itu ditanyai bagaimana kabar anaknya yang sakit, apakah sudah membaik atau belum, ditanya obatnya sudah diminum atau belum, dan bila belum membaik akan diingatkan agar kontrol lagi. Demikian juga dengan jadwal imunisasi untuk anak-anaknya selalu ada telefon dari klinik praktik dokter bersama yang mengingatkan, sehingga tidak ada jadwal imunisasi yang terlupakan. Semua ini bisa terlaksana dengan dukungan software komputer yang mendukung dan staf administrasi dan perawat yang mendukung pelayanan di klinik praktik dokter bersama itu.

Beberapa hal yang berbeda adalah leader dalam perawatan medis adalah dokter keluarga. Dokter spesialis berada dalam posisi sebagai dokter konsulen. Ketika ada konsul dari dokter keluarga, dokter spesialis dan dokter keluarga memeriksa bersama-sama pasien tersebut, mendiskusikan kondisi pasien, pemeriksaan laboratorium dan pengobatan yang telah diberikan dan memberikan advisnya. Dengan visite dan diskusi bersama ini, tidak akan dijumpai pengobatan atau pemeriksaan ganda pada pasien, sehingga perawatan medis benar-benar efisien.

Melihat contoh di Filipina tersebut, ternyata praktik dokter bersama memberikan keuntungan yang luar biasa bagi dokter. Dokter lebih professional bekerja dan waktu luang dokter untuk keluarga lebih banyak dan dokter lebih banyak mengalokasikan waktu untuk perkembangan karier pribadinya. Cuma ada hal mendasar yang harus diperhatikan ketika pertama kali mendirikan praktik dokter bersama, yaitu kesepakatan yang jelas di awal pendirian klinik tersebut, seperti kepemilikan, pembagian keuntungan serta pembagian wewenang, hak dan tanggung jawab masing-masing pendiri. Kesepakatan yang jelas hingga ke unsur-unsur detil arus benar-benar disepakati dan tertulis hitam putihnya di depan otoritas hukum seperti notaris untuk mencegah konflik kepentingan di kemudian hari. Kan dokter juga manusia.

Wallaahua’lam

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments