my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Wednesday, September 30, 2009

.....................

saat ku tak bisa merasa hangatnya mentari
dan tak bisa lagi merasa indahnya warna pelangi
aku bayang rasa orang mati...
tak ada rasa yang sesakkan dada

ingin ku adukan pada gunung yang tegar menjulang
ah.. gunung tlah menyaksikan peristiwa sedih menyayat tak terkira kali
dia temani sejarah dari hari ke hari jauh sebelum ada manusia

ku palingkan mata kepada air mengalir
jernih dan alirannya menenangkan
andai rasa ini tak ada seperti dia
ah.. udah banyak manusia berpikiran sama.

ku tengokkan wajah ini melihat dedaunan di pagi hari
masih tersisa embun yang enggan melepas pegangannya pada daun
ku berandai lagi...nikmatnya jadi daun
tanpa rasa sedih..


akhirnya...
ku sadari.. aku ini manusia
punya hati dan punya rasa
bisa merasa bahagia, bisa pula merasa sedih..

ku sadari
Dialah Sang Maha Pemberi Cahaya Hati...
Sang Maha Pemberi Ketenangan..
ketenangan ini hanyalah Dari Mu dan Milik Mu
Dia balik-balikkan hatiku dan hati manusia semuanya

aku berharap dengan sangat
agar...
aku bisa bertahan hingga akhir usiaku
diberikan ketenangan
diberikan komitmen kuat pada kebenaran-Nya
slalu disinari dengan Cahaya dari Sang Maha Pemberi Cahaya
menjadi hamba yang benar-benar Dicintai-Nya
bisa diberikan kesempatan melihat Maha Indah Wajah-Nya
di Akhirat nanti

Amin

Friday, September 25, 2009

report our recent activity

Musim lebaran... musim silaturahim keluarga.... tradisi yang baik
bisa dikuatkan oleh syariat... qoidah al-urf mungkin
ini suasana lebaran di keluarga kami... ini kakaknya istri (dr Yuni PK)



trus refreshing naik bendi dengan kuda...


setelah acara keluarga di Solo beres, trus dilanjutkan tour de Solo - Kediri - Surabaya - Gresik - Kertosono - Rejoso - Nganjuk - Solo.....
perjalanan Solo - Kediri yang biasanya cuman 4 jam terjebak macet total sampai 8,5 jam!!
dari Solo hari Rabu 23 September 2009 jam 15.00 sampai di Kediri jam 23.30.. diriku mandi jam 00.15
silaturahim di Kediri selesai perjalanan menuju Surabaya - Gresik dimulai hari Kamis. Alhamdulillah lancar ... trus menginap di Gresik

ini suasana penginapan di Gresik di Hotel Sapta Nawa
di depan CRVnya orang.... numpang GAYA gitu... he he he



waduh dik Uqi Abi mo narsis... kepalanya dipegangin


Ini dik Uqi dan Mas Rizqi mencoba bereksperimen GAYA di depan kamera





waduh dik Uqi gaya sendiri...

Sunday, September 20, 2009

selamat Idul Fitri 1430 H

seraya memohon terbukanya pintu maaf .....



Kami sekeluarga mengucapkan
Selamat Idul Fitri 1430 H
mohon maaf Lahir dan Batin

Wednesday, September 16, 2009

genogram dan perencanaan kesehatan

Kesehatan itu bisa direncanakan kok

O ya?

Gini, langsung saja ya, contohnya saya sendiri.

Berikut ini adalah pohon keluarga saya, wah buka-bukaan rahasia keluarga nih. Saya sarankan Anda juga membuat genogram (pohon keluarga) dengan penyakit-penyakit yang diderita keluarga Anda. Dengan melihat pohon keluarga beserta penyakit yang diderita keluarga ini, maka akan dapat terlihat dengan jelas penyakit-penyakit apa yang rentan Anda derita.




Pada kasus saya ini, berarti saya rentan menderita hipertensi, stroke dari jalur bapak dan rentan menderita diabetes mellitus dari jalur ibu. Berarti saya ini adalah pertemuan dari dua kecenderungan penyakit keluarga yaitu hipertensi yang berakibat stroke serta diabetes mellitus. Nah, setelah tahu titik rentan penyakit yang ada dalam keluarga, selanjutnya kita membuat perencanaan kesehatan untuk diri kita.

Adanya peluang diabetes mellitus yang tinggi di keluarga saya, berarti agar tidak jatuh dalam penyakit diabetes mellitus, saya harus membuat pembatasan mengenai jumlah kalori dalam diet tidak boleh melebihi kebutuhan harian aktivitas sehari-sehari. Apalagi saya sekarang sudah tidak lagi masuk dalam fase pertumbuhan. Sebenarnya sih juga masih mengalami pertumbuhan, hanya saja untuk mengukur tinggi badannya harus dalam posisi tubuh telentang, biar ketahuan pertambahan tinggi badannya.. hallah.

Intinya, untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit diabetes mellitus dalam diri saya, adalah jangan sampai tubuh saya menjadi obese alias gendut. Banyak ukuran yang menyatakan obese tidaknya seseorang. Secara rumus sederhana, begini, berat badan ideal sama dengan tinggi badan dikurangi seratus, hasilnya dikurangi sepuluh persen dari hasil tersebut. Bingung kan.

Misalnya tinggi badan saya 174 cm, berarti 174 – 100 = 74. 74 dikurangi 10 persen dari 74. Jadi 74 – 7,4 = 66.6 dibulatin dikit jadi 67 kg. Saat ini berat badan saya 83 kg berarti saya termasuk obese, saya mengalami kelebihan 23 persen dari berat badan ideal saya. Inilah yang menjadi masalah saya. Saya harus berusaha menurunkan 23 persen kelebihan berat badan.

Untuk mengurangi resiko hipertensi dari banyaknya leluhur keluarga yang menderita hipertensi dan berakhir stroke, dan dengan melihat tekanan darah saya yang saat ini masih dalam batas normal 120/80 mmHg, beberapa hal yang harus saya upayakan. Salah satu dari sekian banyak faktor resiko keluarga yang menyebabkan hipertensi dari jalur bapak adalah hampir semua saudara bapak itu karakternya bertipe temperamental. Mudah emosional. Dengan menyadari hal ini, berarti saya tidak boleh terlalu emosional dalam menyikapi masalah-masalah yang saya hadapi dalam kehidupan sehari-hari saya.

Nah.. jadi jelas kan. Bahwa dengan melihat siapa diri kita. Dengan kita melakukan “audit” kesehatan keluarga kita terutama dari leluhur-leluhur biologis kita, maka dari sana kita akan membuat perencanaan tentang apa yang harus kita lakukan untuk mengoptimalkan jumlah dan kualitas hari-hari sehat yang akan kita lalui hingga kita berusia lanjut nanti. Awal usaha untuk perencanaan kesehatan itu adalah mengetahui usaha-usaha pencegahan dari penyakit-penyakit keluarga yang bisa kita cegah. Ada juga sih, tetapi sangat jarang penyakit keluarga yang tidak bisa dicegah seperti thalasemia. Hanya bisa dicegah pada saat konseling pra nikah dengan merunut pohon keluarga leluhur sampai 2 hingga 3 generasi termasuk memelototin jenis-jenis penyakit yang diderita keluarga. Kalo ada thalasemia yang diderita dari kedua keluarga yang mau menikah, sangat baik apabila kedua calon itu tidak meneruskan hubungan serius lebih lanjut menuju pernikahan, yang nantinya akan memperbesar peluang menderita penyakit tersebut pada anak-anak yang dilahirkan dari hasil pernikahan itu. Sadis benar ya… tapi dengan melihat hak sehat dari anak turun hasil pernikahan….membatalkan pernikahan adalah langkah yang paling adil.

Jadi... sekali lagi...rencanakan kesehatan kita para dokter dan pasien-pasien Anda agar produktivitas kesehatan kita dan pasien kita menjadi lebih efektif dan efisien....

Saturday, September 12, 2009

termakan iklan

beberapa hari yang lalu saya tergoda melihat iklan di bawah




dengan maksud agar praktis dan dikit-dikit bisa membantu minta disemirkan.....
ternyata hasilnya seperti ini



sepatu semula berwarna krem.... eh jadinya amburadul
udah gitu... orangnya bilang... ya sepatunya buat saya saja ya pak...glodak

jadi ingat profesi saya sendiri... mudah2an saya masih mempunyai kesabaran dalam memberikan empati pada pasien yang sedang mengalami "adverse event" seperti yang saya alami....

Thursday, September 10, 2009

Pasien meninggal akibat berstatus tidak mampu

Sistem yang membuat dokter tidak berdaya

Barusan selesai melakukan injeksi insulin pada bapak Arjo yang berumur 65 tahun, dokter muda Ahmad, harus melongokkan wajahnya menuju sumber suara.

“Mas Co-aaaas, ada pasien baru di UGD” teriak bu Marni dengan lantang dari ‘base camp’nya di ruang perawat.

“Iyaa buu..terima kasih, saya akan ke sana” sahut Ahmad dengan mempercepat derap langkah kakinya.

Sesampai di UGD..

Seorang pasien pria, bernama bapak Sastro berumur 50 tahun, badan kurus, tetapi mempunyai riwayat menderita diabetes melitus, dan saat ini masih mengonsumsi obat antidiabet, datang dalam keadaan tidak sadar. Ahmad, melakukan pemeriksaan vital sign, pekerjaan rutin yang dilakukan pada setiap pasien yang masuk. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali per menit, respiration rate 18 kali per menit. Ahmad selanjutnya menulis kondisi pasien di status, dan mengisi blanko permintaan pemeriksaan laboratorium, kemudian ia mengambil darah sebanyak 5 cc. Setelah menelefon dokter senior untuk mendapatkan persetujuan rencana tindakan yang akan dilakukan, Ahmad segera memerintahkan laboran untuk melakukan pemeriksaan laboratorium, dengan membawa blanko yang sudah diisi Ahmad. Tindakan lain yang sudah dilakukan sebelumnya adalah memasang jalur infus pada pasien tersebut.

Lima menit kemudian telefon dokter jaga UGD berdering.

“mas dokter, kadar gula darah pak Sastro hanya 80 mg/dL” suara dari laboran terdengar di ujung telefon yang dipegang Ahmad.

“O iya, terima kasih ya mas” sahut Ahmad.

Mendengar laporan dari bagian laboratorium, Ahmad segera menelfon kembali dokter senior, dan mendapatkan instruksi untuk melakukan injeksi glukosa D 40% per bolus, yaitu injeksi lewat jalur infus yang sudah dipasang sebelumnya.

Ahmad selanjutnya menulis resep dan menyerahkan kepada perawat, sambil memberi instruksi injeksi tersebut.

“bu, dapat instruksi dari dokter Hadi, untuk dilakukan injeksi D 40 per bolus segera bu”

Injih mas dokter, mohon maaf mas dokter, untuk D 40, UGD sedang kehabisan stok, jadi harus diambil sendiri oleh keluarga pasien di apotik bangsal. Jadi resep ini saya kasihkan ke keluarga pasien njih” kata bu Tuti perawat jaga UGD.

“ndak apa apa bu, asal diberitahukan kepada keluarga pasien, ini keadaan gawat darurat, harus cepat mendapatkan obat itu, kalau ndak bisa merenggut nyawa pak Sastro” kata Ahmad mendengar penjelasan bu Tuti.

Injih mas dokter”

Sepuluh menit telah berlalu, tidak seperti biasanya, harusnya obat sudah diinjeksikan kepada pasien. Ternyata tidak dijumpai pada pasien ini. Ahmad merasa gelisah dengan keadaan ini. Segera ia bergegas menuju apotik bangsal, tempat seharusnya pasien tadi.

Melihat wajah Paijo, keluarga pak Sastro dalam keadaan lesu, semakin menambah penasaran Ahmad mengenai apa sebenarnya yang terjadi.

“Obatnya sudah dibeli mas?”

“Saya ga bawa uang sama sekali, sementara kartu tidak mampu baru bisa diurus besok”

“Jadi?”

“Obat belum bisa saya bawa”

Merasa tidak puas dengan penjelasan mas Paijo, Ahmad ‘menyerobot’ kertas resep dan langsung menghadap petugas apotik yang hanya terhalang kaca gelap dengan lubang pembayaran.

“mbak tahu ga, ini ada pasien gawat, yang nyawanya bisa kita selamatkan dengan obat ini” kata Ahmad kepada petugas dengan menunjuk-nunjuk blanko resep yang dibawa dengan tangan kanannya.

“Iya.. saya tahu... tapi prosedurnya kalo ga bawa kartu tanda tidak mampu tidak bisa dilayani. Prosedurnya kayak begitu mas!”

“Tapi prosedur tidak kaku seperti itu kan!” bantah Ahmad dengan nada keras

“Iya mas, kemarin ada yang seperti ini, saya dapat peringatan, karena tidak ada yang membayar” balas petugas Apotik tidak kalah sengit

“Udah gini aja, saya yang nanggung, saya tinggal KTP dan Kartu Mahasiswa Saya” bentak Ahmad.

“Tapi harus ninggalin uang dulu, minimal separohnya”

“Berapa?” tanya Ahmad kembali

“semuanya dengan infus set, dan obat-obatan lainnya yang sudah masuk, dua ratus lima puluh ribu rupiah”

“berapa?”

“Kalo segede itu, saya ga ada, saya kan masih anak kost. Ya udah saya beli yang D 40 aja. Berapa mbak?” tanya Ahmad dengan nada yang mulai merendah.

“Kalo ini saja, ya empat puluh ribu rupiah”

“Ya udah itu saja” kata Ahmad kembali

Setelah mendapatkan obat D 40, Ahmad bergegas lari menuju UGD. Dan.......

Dia sangat kecewa ternyata pak Sastro sudah meninggal dunia. Innalillaahi wainna ilaihi roji’un.

...............................................

Dokter dan profesional kesehatan dan petugas-petugas yang menyertai tugas-tugas dokter sering kali terperangkap dalam sistem yang membuat mereka tidak berdaya sebagaimana yang dialami oleh Ahmad, seorang dokter muda, pada kasus di atas. Pihak rumah sakit, sering kali mengalami kasus-kasus yang mirip dengan ilustrasi kasus di atas, beberapa diantaranya di-blow up di media, sehingga membuat citra rumah sakit atau institusi pelayanan itu menjadi buruk dan tidak mengenal unsur kemanusiaan sama sekali.

Munculnya kasus-kasus yang mirip-mirip dengan kasus di atas hanyalah hilir dari permasalahan pendanaan kesehatan di Indonesia. Ada akar permasalahan hulu yang bersifat sistematis dan secara nasional bermasalah di sini, yaitu sistem pendanaan untuk biaya kesehatan dan kesakitan untuk semua warga. Permasalahan ini tidak sendiri. Kalau kita lihat jatah kesehatan dari APBN saja, untuk kesehatan kita hanya dijatah kurang dari 5 persen. Bagaimana bisa mengatasi semua permasalahan pembiayaan kesehatan yang ada. Jangankan rumah sakit swasta, rumah sakit negeri saja agar bisa “survive” dengan mengandalkan anggaran yang kurang dari 5 persen tidak akan cukup. Belum lagi ‘ambisi’ pemerintah-pemerintah daerah yang menjadi rumah sakit umum daerah sebagai ‘sapi perah’ sumber pendapatan asli daerah, semakin memperbesar jumlah kasus ‘pasien mati gara-gara tidak mampu’ seperti pada kasus di atas. Maka tidak mengherankan beberapa waktu yang lalu kita dengar bahwa, rumah sakit daerah X terpaksa menunda puluhan operasi yang sudah direncanakan gara-gara tidak jelas bagaimana sumber pendanaannya. Siapa yang mau menanggung miliaran rupiah kerugian ini?

Saya tidak menyangkal pengaruh kapitalisme dalam pelayanan kesehatan hingga unsur-unsur pemasoknya. Sistem ini sudah demikian besar dan kuat. Beberapa waktu yang lalu, banyak aktivis AIDS yang masuk bui, gara-gara disomasi perusahaan farmasi multinasional dianggap melanggar hak paten. Mereka dianggap melanggar hak paten, karena telah ‘membajak’ obat produk perusahaan multinasional, sehingga bisa dihasilkan obat antiretroviral untuk HIV/AIDS dalam jumlah masif dan murah, sehingga bisa dijangkau oleh negara-negara Afrika yang miskin yang warganya banyak menderita HIV / AIDS.

Saya tidak membela siapa-siapa dan tidak menyalahkan siapa-siapa. Saya hanya bisa berharap ada penyelesaian sistematis yang berskala nasional untuk masalah ini.

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments