Mencari pekerjaan
pasti mudah
Setelah membaca kisah saya di bagian sebelumnya, saya yakin
Anda sudah mendapatkan gambaran bahwa mencari pekerjaan bagi dokter yang baru
lulus bukan lah pekerjaan yang mudah. Butuh tidak saja kerja keras, tetapi
kerja yang cerdas. Maksud kerja yang cerdas adalah sejak mulai kuliah mahasiswa
kedokteran baik di tingkat pendidikan dokter umum maupun pendidikan spesialis,
sudah mulai membangun jejaring, terutama dengan pemilik-pemilik klinik atau
rumah sakit. Atau teman-teman Anda yang sudah lulus lebih dulu harus tetap dijalin
komunikasinya. Informasi lowongan dokter umum maupun dokter spesialis di klinik
maupun rumah sakit, banyak berasal dari jalur pertemanan ini. Jejaring atau networking bukan sekedar menciptakan
tetapi mempertahankan. Menciptakan berarti memperbanyak teman-teman baru atau
orang-orang baru yang kita kenal, mempertahankan berarti kita menjalin
komunikasi.
“Semakin banyak orang baru yang Anda kenal, semakin banyak
kesempatan yang akan datang kepada Anda. Semakin banyak pula bantuan yang akan
datang ketika Anda berada dalam titik kritis karier” demikian yang dikatakan
oleh Keith Ferrazzi dan Tahl Raz dalam buku ‘Never eat alone’[1].
Menjalin komunikasi untuk konteks kedokteran, terutama saat
pertemuan ilmiah tahunan, seminar, dan diskusi ilmiah lainnya. Ini adalah
kesempatan penting tidak saja ilmunya, tetapi juga membangun relasi, bertukar
kartu nama, saling menyimpan nomor hanfon, saling berbagi apa pun yang
bertujuan menjalin keakraban. Tidak lupa setelah itu saling berbagi lewat sms,
email bahkan hingga mengucapkan selamat ulang tahun atau berbagi kata-kata
mutiara penting yang sama-sama membangkitkan spirit. Menurut Keith Ferrazzi,
peluang bisnis atau lowongan kerja atau bantuan [seperti utang yang saya alami]
seringkali bukan berasal dari teman yang akrab banget, tetapi teman yang
interaksinya ringan [setahun bisa dihitung dengan jari jumlah komunikasinya].
Bahkan lewat seminar, pertemuan ilmiah dan kegiatan
semacamnya, merupakan lahan strategis membangun networking dengan guru besar yang bidang spesialisasinya menjadi
minat spesialis kita. Tentunya Anda harus benar-benar serius dengan ilmu yang
Anda minati. Pada saat makan atau coffe
break, pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Anda banyak bertanya,
terutama mengenai ilmu yang menjadi minat utama sang guru besar tadi [Seperti
yang disarankan Keith Ferrazzi, baiknya Anda mencari informasi
sebanyak-banyaknya bisa dari internet ataupun blog, mengenai bidang ilmu atau
apa pun yang menjadi minat sang guru besar; secara umum orang senang ketika menemukan
orang yang mempunyai minat yang sama atau ketika karyanya dibaca orang dan kita
memberikan apresiasi]. Kemudian tutuplah pertemuan itu dengan meminta nomor
hanfon dan alamat email, serta meminta kesediaan beliau untuk kita jadikan
konsulen ketika ada permasalahan-permasalahan klinis sesuai minat ilmu yang
diminati sang guru besar. Setelah intens ada dialog yang alami dan dalam
beberapa bulan setelahnya, barulah Anda bisa dikatakan layak mendapatkan
rekomendasi untuk sekolah spesialisasi seperti yang Anda inginkan. Banyak
prinsip dan kiat-kiat khusus yang bisa kita kembangkan untuk membangun networking ini. Saya sarankan Anda
membaca buku Never Eat Alone karya
Keith Ferrazzi & Tahl Raz.
Dokter harus punya
mobil keren, rumah mewah dan gadget
yang selalu up to date
Suatu ketika dalam karier saya praktik dokter pribadi, pada
waktu itu saya masih belum punya mobil, kendaraan sepeda motor dari mertua,
memakai helm kuning retak-retak dan butut, seorang pasien mengomentari saya,
“Dokter, panjenengan bersahaja njih”. Saya bertanya kepada beliau, “lha
ada apa tho pak?” Jawab sang bapak,
“biasanya dokter kan bermobil, saya lihat dokter naik sepeda motor dan helmnya
yang kuning itu..helm butut”.
Memang sang bapak yang jadi pasien saya tidak bisa disalahkan.
Kenyataan di masa lampau, perbandingan antara jumlah dokter yang memiliki mobil
dan rumah bagus dibandingkan dengan dokter yang mobil biasa dan rumah
sederhana, lebih banyak yang pertama. Orang di luar dokter yang berpikiran
seperti sang bapak yang jadi pasien saya juga banyak. Ketika saya menjalani
program PTT, tidak sedikit perawat, bidan, pekarya yang menanyai “kok tidak
bawa mobil dok?”
Beberapa waktu ini, saya mengunjungi rumah sakit tempat saya
dulu co-ass, saya terpana tentang iklan iPad2 yang bentuknya sangat menggoda
dan berbagai fitur yang ditawarkan di dalamnya. Terlebih lagi ada peragaan
aplikasi untuk dokter, dan yang bikin heboh adalah di bagian akhir diberikan
tawaran yang sangat menggoda, pembelian yang diangsur. Sempurna sudah persepsi
bahwa dokter identik dengan mobil keren, rumah mewah dan gadget yang paling
mutakhir.
Kalau melihat perkembangan terakhir mengenai pekerjaan dan
pendapatan dokter, tidak jarang membuat dokter ketika dia awal masuk pendidikan
di Fakultas Kedokteran dan setelah lulus menjadi dokter menjadi kecewa. Karena
itu yang ingin saya tekankan, “JANGAN MENGHARAPKAN KEKAYAAN DARI PRAKTIK
DOKTER!” Sebaliknya, saya meyakini, seperti yang diungkapkan oleh Daniel
Goleman dalam bukunya Emotional, ketika bercerita tentang orang yang sukses,
intinya mengatakan bahwa mereka yang sejak awal menyukai sesuatu dan terlibat
secara total dengan yang mereka sukai, akan mempunyai peluang berprestasi jauh
lebih berhasil daripada mereka yang sejak awal menyukai sesuatu karena ingin
cepat kaya dan mendapatkan harta berlimpah. Kaerena itu saran saya,“Jadilah
dokter sebaik-baiknya, masalah finansial nanti akan datang dengan sendirinya”.
[1] Keith
Ferrazzi & Tahl Raz, 2005; Never Eat
Alone and Other Secrets to Success, One Relationship at a Time; Edisi
Indonesia “Never Eat Alone Bermacam Rahasia Sukses dan Kiat Menjalin Jejaring,
Gagas Media, 2011
No comments:
Post a Comment