Sebuah Puskesmas di daerah pinggiran di suatu kabupaten Bagaskara di propinsi Madhangkara, terkenal sangat laris. Cakupan pasien yang berkunjung di Puskesmas tersebut tidak hanya dalam wilayah kerjanya, tetapi sudah melintas ke luar wilayah kerja dan bahkan ke kecamatan kabupaten tetangganya. Salah satu rahasia yang membuat Puskesmas tersebut tersohor adalah karena menyediakan layanan suntikan, suatu tindakan yang mulai banyak ditinggalkan oleh Puskesmas lain. Bahkan suatu tindakan yang tidak diperbolehkan bila tidak ada indikasi medis yang kuat, walaupun hanya sekedar memberikan suntikan vitamin.
Masyarakat pedesaan umumnya bila berobat tidak diberikan suntikan maka bagi mereka itu namanya belum berobat. Jadi yang dikatakan berobat itu harus disuntik. Apapun sakitnya.
Entah apa alasan Puskesmas ini, tetap memberikan tindakan suntikan sesuai permintaan pasien-pasiennya. Bisa jadi karena melihat ini adalah peluang pasar, atau karena mencoba berempati terhadap apa yang membuat kegelisahan pasien bila tidak disuntik. Yang jelas hanya kepala Puskesmas dan stafnya saja yang tahu.
“Era otonomi daerah bung!”
“Jangan coba-coba ikut campur urusan rumah tangga orang!”
Kira-kira demikianlah jawaban Kepala Puskesmas beserta stafnya ketika ditanya mengapa mereka tetap memberikan tindakan suntikan sementara Puskesmas yang lain mulai memberhentikannya.
“Wah mateni pasaran tenan mas! [wah membunuh pasaran orang lain]”
inilah kira-kira ungkapan kepala dan staf Puskesmas yang berada disekitarnya, terhadap apa yang dilakukan Puskesmas “penyuntik” itu.
Saking larisnya, pasien yang datang setiap hari bisa berjubel seperti pasar. Rata-rata kunjungan bisa 150 pasien setiap hari pada jam kerja jam 08.00 – 11.00. Hari senin atau hari pasaran [pahing, pon, wage, kliwon, legi; kebetulan disamping Puskesmas ada pasar yang buka hanya pada hari pasaran pahing, sehingga disebut pasar pahing], jumlah pasien bisa mencapai 250 pasien rawat jalan, sedangkan anak-anak yang mau imunisasi dan kunjungan KB serta ibu hamil tidak dihitung.
“Wow..luar biasa! Berapa banyak pasiennya bung? “Ratuusan!”
Dalam rentang waktu tiga jam, dan jumlah pasien yang ratusan pada hari senin dan hari pasaran, dapat anda bayangkan berapa menit yang dibutuhkan untuk pekerjaan : menanyai, memeriksa, melakukan tindakan suntikan.
Bila petugas polikliniknya dua orang, maka rata-rata satu pasien ditanyai, diperiksa dan disuntik dalam waktu 1 menit 44 detik. Tetapi bila petugas yang memeriksa berjumlah satu orang maka setiap pasien ditanyai, diperiksa dan disuntik dalam waktu 43,2 detik.
Sebenarnya yang beruntung adalah pasien yang diperiksa dalam waktu satu jam pertama. Karena apa? Karena dokter atau perawat yang memeriksa masih dalam fresh, jadi senyumnya kepada pasien masih original. Satu jam kedua, stamina pemeriksa mulai menurun. Dan satu jam terakhir (satu jam ketiga) sudah ala kadarnya. Ibarat komputer, sudah terlalu banyak memproses data, satu jam terakhir “pentium”-nya sudah panas (walopun dual processor), sehingga konsentrasi berkurang. Serta senyum yang ditampilkan tidak karuan bentuknya karena tidak original lagi.
Mbah Bejo, datang ke Puskesmas memeriksakan cucunya yang berumur 5 tahun sakitnya flu. Dasar anak-anak walaupun sakit flu, tetap menunjukkan keaktifan dan kelucuannya. Mbah Bejo dan cucunya mendapatkan keberuntungan mendapatkan jatah diperiksa dalam rentang satu jam terakhir. Jadi pas “pentium” pemeriksa mulai mendekati exhausted. Karena melihat cucu mbah Bejo “sehat” pemeriksa, mengira yang sakit mbah Bejo, dan langsung menyuruh mbah Bejo tengkurap
“Monggo mbah Murep” [silakan tengkurap mbah]
Tanpa berpikir panjang mbah Bejo tengkurap, kemudian pemeriksa melorotkan celana mbah Bejo, sehingga kelihatan menyembul pantatnya, selanjutnya menusukkan jarum injeksi dengan spuit yang berisi vitamin.
Setelah membetulkan celananya, mbah Bejo dipersilakan duduk di depan pemeriksa. Dan ditanyain
“Gimana mbah rasanya?”
“Kados pundi tho, pak mantri Dokter, ingkang sakit puniko wayah kulo, ingkang dipun suntik kok kulo?” [gimana sih pak Mantri yang sakit cucu, yang disuntik kok saya?”
Pak Mantri dokter : ?!#*?:<>
Mak GLODAK!!!