my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Saturday, October 10, 2009

Care bangsa kita yang memprihatinkan

Care atau peduli sesama, tampaknya mulai luntur dalam budaya kontemporer kita dewasa ini. Beberapa yang lalu saat hari raya kemarin, kami sekeluarga istirahat di suatu rumah makan, pada saat jam makan siang dan jam sholat dzuhur. Kami memesan makanan, sembari menunggu, kami sekeluarga berbagi, ada yang menunggu dan ada yang sholat. Ketika saya menunggu bersama mas Rizqi, di meja makan kami sudah mulai penuh makanan yang kami pesan..... eee nylonong seorang ibu dengan santainya mengambil kursi di samping saya tanpa minta izin atau permisi... terus saya bilang ke dia "maaf bu ini kursi sudah dipesan dan orangnya masih sholat" kemudian saya menunjuk kursi kosong yang bisa beliau ambil... eee orangnya pergi tanpa sepatah kata apa pun. Kejadian ini berulang sampai tiga kali......

Saya jadi teringat kisah berikut:

Suatu ketika Ubaidah bin Shamit menerima hadiah, dan beliau memiliki keluarga sebanyak 12 orang. Kemudian sahabat Ubaidah berkata, pergilah kalian dengan hadiah ini kepada keluarga fulan, karena mereka lebih membutuhkan hadiah ini daripada saya. Kemudian Wahid bin Ubadah membawa hadiah ini kepada keluarga lain. Akan tetapi, ketika ia telah sampai pada keluarga tersebut, mereka mengatakan hal yang sama. Begitu seterusnya, akhirnya hadiah itu kembali pada keluarga Ubadah sebelum waktu subuh. Dalam riwayat lain, khalifah Umar ra, pernah mendapatkan hadiah dari gubernur di Azerbaijan, Utbah bin Farqad. Kemudian utusan itu ditanya oleh khalifah: ”Apakah semua masyarakat di sana menikmati makanan ini?” Utusan itu menjawab : ”Tidak wahai Amirul Mukminin, ini adalah makanan khusus”. Khalifah berkata: ”Bawalah hadiah ini, kembalikan kepada pemiliknya, dan katakan padanya, ’Bertakwalah kepada Allah, kenyangkanlah kaum Muslimin dengan makanan yang engkau makan hingga kenyang.”[1]

Itsar atau altruisme di jaman kita sekarang tampak menjadi suatu barang yang sangat mewah. Dasar dari care terhadap orang lain adalah ketika kita memulai memikirkan orang lain. Kita melepaskan pemenuhan ambisi pribadi, beralih memenuhi kebutuhan dasar orang-orang yang berada di sekitar kita.

Perkembangan sosial teknologi terakhir, menurut Daniel Goleman[2], telah menciptakan cangkang yang membuat seseorang terisolasi dengan lingkungan sosialnya. Headphone, iPod, juga telefon seluler, membuat kita hanya bisa hadir secara fisik di lingkungan sosial kita sendiri-sendiri. Tanpa kita sadari, kita asyik mendengarkan ribuan musik yang siap kita dengarkan lewat iPod atau headphone. Si pendengar iPod asyik dengan penyanyi yang berdengung di telinganya, sementara ia tidak tahu apa yang terjadi di sekitar kehidupan riilnya. Ketika kita bercengkerama secara fisik, tiba-tiba handphone berdering entah itu ada telefon atau SMS, saat itu juga mencabut ”kehadiran” kita di lingkungan fisik, perhatian terbelah ataupun bahkan terabaikan, konsentrasi pada apa yang ada di telinga....hadir yang tidak ”hadir”. Secara sosial kita mengalami korosi. Menjadi kurang care terhadap sesama.



[1] Diambil dari Ahmad Ibrahim Abu Sinn, 1996, Al-Idaarah fil Al-Islam; Edisi Indonesia, Manajemen Syariah, 2006, Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta

[2] Daniel Goleman, 2006, Social Intelligence, Edisi Indonesia, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2007

Perceraian yang memprihatinkan

Mega bintang, penyanyi, mega diva Kris Dayanti, bintang yang saya kagumi akhirnya mengakhiri keutuhan rumah tangganya bersama Anang. Berita yang sungguh memukul hati. Beberapa kali biografinya yang terbit, membuat saya salut akan usaha mereka berdua untuk menjaga keutuhan rumah tangga yang bertubi-tubi diguncang cobaan dan ujian. Bagaimana usaha mereka ketika puncak karier, puncak popularitas dan kecemerlangan, seperti pohon yang makin tumbuh sangat tinggi harus tegar melawan terpaan angin, badai, petir dan segala cuaca yang buruk, sungguh sesuatu yang luar biasa bagi saya. Bagaimana usaha mereka berdua, agar pohon rumah tangga itu tidak tercabut dari akarnya, akhirnya harus menyerah kalah oleh tornado dari luar yang membuat pohon rumah tangga mereka tercabik-cabik dan akhirnya tercabut dari dasarnya. Kesedihan, kemalangan dan luka yang luar biasa dalam dan perihnya. Hanya satu harapan saya buat kaum pemburu berita, agar mereka jangan seperti “burung pemakan bangkai” yang “mencabik-cabik” “hewan sekarat” sebelum musnah tercerai berai menjadi komoditas berita. Tidak ada lagi yang peduli lagi setelah semuanya habis jadi bahan berita. Ditinggalkan begitu saja. Tidak ada yang peduli bagaimana membalut dan merawat luka yang tersisa bagi pasangan selebritis, apalagi bagi anak-anak mereka. Saran saya, tidak semua statement salah satu pasangan selebriti yang sedang dilandai badai ini harus dijadikan berita utama. Saling balas statement, memancing permusuhan, dampaknya tidak baik bagi perkembangan anak-anak mereka yang tidak tahu sama sekali apa yang terjadi dengan orang tua mereka. Statement permusuhan yang di”blow up” akan semakin mempersulit akses anak-anak terhadap kedua orang tua biologis mereka, yang sangat mereka butuhkan untuk memantapkan proses tumbuh kembang yang mereka alami.

Acara infotainment tanpa berita retaknya rumah tangga artis, kayaknya hanya akan menjadi acara sambil lalu tanpa penonton yang signifikan. Ada dua kutub yang tampaknya menjadi ajang rasa ingin tahu masyarakat yang tersalurkan dengan bukti naiknya rating acara pemberitaan, yaitu pernikahan atau hubungan asmara di satu kutub dan perceraian di kutub yang lain. Ketika seorang selebritis, kepergok berduaan dengan kekasihnya, para paparazi, dengan rasa ingin tahunya akan mengejar dan mencari-cari info tentang keseriusan hubungan percintaan itu. Ketika para selebriti retak rumah tangganya sampai jatuh keputusan cerai, para paparazi, juga tak kalah seru dalam mengekspresikan rasa ingin tahunya karena berita perceraian itu, bila bisa diungkap hingga tuntas, tentu akan mampu meningkatkan rating pemberitaan bagi stasiun teve yang mampu meng”close-up”nya secara eksklusif.

Setelah era reformasi digulingkan dalam sepuluh tahun terakhir, berita infotaintment di setiap tahunnya selalu saja ada artis yang retak rumah tangganya dan berujung pada perceraian. Selalu saja ada yang bisa dipertontonkan drama perceraian di Pengadilan bagi pemirsa yang punya rasa ingin tahu yang tinggi. Sementara itu, di lapisan bawah seperti yang saya baca dari berbagai sumber juga terdapat kesejajaran antara apa yang terjadi di permukaan yang muncul lewat pengumbaran berita aib keluarga kepada khalayak dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari para “rakyat jelata”. Mengapa bisa terjadi sinkronisasi antara lapisan atas dan bawah tersebut dalam tren perceraian, akan tetap menjadi misteri buat sebagian orang yang meyakini bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti ada alasan rasionalnya. Tapi jangan dipikirkan terlalu mendalam lho! Saya tidak ingin Anda jadi stress setelah membaca ini.

Di Indonesia angka perceraian mencapai 200.000 kasus per tahun

Kejadian perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut Menteri Agama, di tahun 1998 rata-rata angka perceraian mencapai 20.000 kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2008 ini, angka perceraian melonjak tajam menjadi 200.000 kasus dalam satu tahunnya. [1]Menurut Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nazaruddin Umar, saat ini, Indonesia berada diperingkat tertinggi memiliki angka perceraian paling banyak dalam setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam didunia lainnya. Menurut beliau pula "setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga".[2]


[1] BBC News, update at 16:02 GMT, Wednesday, 4 February 2009http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/7869813.stm

[2] Eramuslim.com Rabu, 15/08/2007 12:58 WIB www.eramuslim.com

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments