"Braak....ciiiit....buk" suara benturan, rem dan tubuh yang jatuh berurutan memecah ketenangan suasana. Vespa itu jatuh, dan dokter spesialis yang mengendari jatuh berlumuran darah di muka dan dadanya. Tabrakan bis menghantam Vespa putih itu baru keluar dari halaman rumah sakit YY hingga terpental menatap trotoar jalan.
Pak-pak becak dan orang-orang yang berkerumun segera menggotong tubuh dokter spesialis itu. "Bawa ke RS XX!" teriak salah seorang dari mereka. Kontan kerumunan dadakan itu membawa sang dokter spesialis ke Rumah Sakit XX yang letaknya 1 ½ kilometer dari Rumah Sakit YY tempat dokter spesialis itu bekerja.
Tepat di UGD RS XX, segera dokter jaga menghampiri, memeriksa dan menyimpulkan dokter spesialis itu sudah meninggal dunia.
harus diangkut ke rumah sakit XX yang berjarak satu setengah kilometer dengan kendaraan ala kadarnya.
Sangat tragis.
Apakah begini kiat atau trik untuk meningkatkan jumlah pemakaian bed di rumah sakit?
Siapa yang salah?
Rumah sakit tidak berdiri di atas ruang hampa. Ia berdiri dalam sejarah dan budaya masyarakatnya. Kasus di atas adalah kisah nyata yang terjadi di kota Solo. Sebuah kota tempat jatuhnya pesawat Lion Air di bandara Adi Sumarmo. Ada kesamaan antara kisah di atas dengan kisah yang terjadi di seputar kecelakaan pesawat Lion Air di dekat bandara Adi Sumarmo. Ada yang menarik selama kecelakaan pesawat tersebut. Pesawat jatuh di luar bandara tepatnya di pemakaman umum agak jauh dari pemukiman penduduk dalam suasana hujan deras dan hari mulai memasuki malam. Beberapa saat setelah pesawat jatuh tidak ada pertolongan sama sekali dari instansi-instansi yang berwenang. Yang pertama datang di sana adalah warga setempat. Memang ada yang benar-benar menolong, tetapi banyak pula yang justru memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan penumpang yang kesakitan dan meregang nyawa. Melihat banyaknya barang berharga dan jumlah uang dalam jumlah besar....membuat banyak pemuda
kampung tidak lagi memperhatikan keselamatan jiwa para penumpang tersebut. Mereka berebut "rampasan perang" barang-barang berharga di tengah erangan orang-orang yang meregang nyawa...setelah itu berlarian menuju kampungnya masing-masing dengan memamerkan uang-uang bergepok-gepok tanpa sedikit pun tersirat rasa dosa........
Kisah Lion Air ini juga kisah nyata, seperti yang dituturkan orang-orang desa yang berada di sekitar lokasi kecelakaan....
Hubungannya..?
Tanyakanlah kepada rumput yang bergoyang
8 comments:
wah kisah sedih ini baru saya ketahui. Saya tidak dapat berkata-kata lagi. Terus menulis, pak dokter...
dokter yang meninggal itu spesialis penyakit dalam ya? yang ngajar hepatologi itu tho? atau yang lain mas?
mbah Dipo kok pinter banget tho?.. permasalahannya tidak berhenti pada dokter atau siapapun korbannya... tetapi perilaku manajemen rumah sakit, perilaku pak becak atau perilaku para pemuda kampung itu... siap menelan banyak korban selanjutnya... bagaimana perubahan budaya itu tidak sekedar pemikiran tetapi komitmen yang benar-benar kuat dan mengakar... ini yang menjadi akar
kehidupan kita dalam berinteraksi dengan sesama kita....
wah sok tenanan nih... makasih mbah telah mampir di blognya diriku...
persaingan pemasaran yang ketat membuat managemen rumah sakit tidak memperhitunkan lagi bagaimana cara promosi yang tepat, ya begitulah sebagian pemikiran yang memang sering terjadi, banyak RS mempromosikan dengan cara imbalan dan itu dianggap efektif dari pada gembar-gembor diberbagai media yang hasilnya kurang effektif, tapi ini adalah moment yang tepat untuk memasarkan RS secara tepat pula, tapi menurut saya ini adalah cara kampungan seperti calo pingiran terminal, dan memang budaya kita masih seperti itu, kita kagak kerja kalau ngak ada imbalan, rasa kemanusian kita memang telah berubah menjadi rasa keuangan, ya kan pak dokter, pak dokterlah yang harus memulai mempromosikan dengan cara yang bijak......
doakan aja ya mas Hadi... mungkin hasilnya tidak di generasi kita saat ini... tetapi mungkin di genarasi sesudah kita... yang penting kita udah berusaha dengan semaksimal kemampuan kita... kalo saya cuman bisanya nulis... ujian langsung dan berat adalah para pengelola rumah sakit itu.. bagaimana menghadapi para masyarakat bawah yang minta "upah" telah memberikan pasien pada rumah sakit....
Mmm.. rumah sakit di Solo. Lepas jam 11 malam masih ada bis lewat..
Terus kalau yang jaraknya 1.5 kilo dari YY, berarti di RS XX itu dong..
Mmm..
Betul kalo ini adalah kisah yang sangat menyedihkan. Bisa terjadi di Indonesia sangat menyedihkan. Yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya upaya dari pihak berwenang untuk menghentikan hal ini. Apakah marketing adalah bagian yang belum tersentuh dalam undang-undang rumah sakit?
Tulisan yang menarik..
Buat rekan-rekan, saya punya contoh real software Rumah Sakit (SIMRS) yang lengkap dan powerfull,dan sangat membantu administrasi RS, khususnya proses billing rawat inap sekali klik, tagihan piutang asuransi (dan corporate) secara otomatis, juga perhit Honor Dokter/Jasa medis.
Pokoknya lengkap dan gamblang.
Silahkan download : klik disini
Semoga bisa jadi masukan berarti.
Post a Comment