my map

https://www.google.co.id/maps/@-7.5532988,110.7662994,189m/data=!3m1!1e3!4m2!5m1!1b1?hl=id

Tuesday, August 28, 2007

Menembus Hutan Menemui Pasien (True Story)

Namanya dokter Pujo Trimakno. Dia mengabdi sebagai dokter PTT di sebuah kabupaten terpencil di daerah Bagas Waras. Kabupaten tersebut dekat dengan hutan. Bahkan sebagian daerahnya masih belum terjangkau oleh listrik.

Jangankan mencari dokter praktik swasta, mengjangkau Puskesmas saja adalah barang mahal di daerah itu.

Dokter Pujo Trimakno, memilih tempat praktik dalam radius tiga kilo meter dari Puskesmas tempat dia PTT. Sengaja dia memilih tempat praktiknya jauh, karena dia berpikir bahwa menjadi “karyawan” Puskesmas tempat dia mengabdi kan hanya tiga tahun. Karena itu memilih tempat tinggal sekaligus tempat praktik adalah langkah antisipatif, di samping dia berpikir bagaimana nasib dokter PTT nanti yang akan menggantikannya. Atau malah memikirkan nasibnya sendiri, dia harus ancang-ancang bagaimana nantinya kalau dia tidak PTT lagi dan ada dokter PTT baru yang menggantikannya. Kalau sejak semula dia sudah menetap dan “eksis” maka dia tidak perlu repot mencari tempat baru untuk lokasi praktiknya.

Namanya daerah yang masih relatif terpencil, maka banyak daerah di tempatnya yang belum tersentuh program pengerasan jalan, alias jalannya masih tanah asli. Yang jadi masalah adalah saat musim penghujan. Jalanan becek abiz.

…………………………………..

“Dokter Pujo, mohon maaf sebelumnya, dan mohon dengan sangat kesediaan dokter untuk bisa memeriksa pasien di rumah. Dia ibu saya, sudah jompo dan tidak kuat kalau berjalan jauh.” kata Sutarjo kepada dokter Pujo

“Insya Allah bisa Mas Tarjo, tapi nunggu dulu ya, tak persiapan dulu. Ngomong-ngomong sakitnya apa ya?” tanya dokter Pujo.

“Tiga hari ini badannya panas, muntah-muntah” jawab Sutarjo

…………………………………………….

Selesai persiapan alat-alat medis dan obat-obatan yang memadai, dokter Pujo berangkat ke tempat tinggal pasien bersama Sutarjo. Ternyata Sutarjo hanya berjalan kaki menuju ke tempatnya. Dokter Pujo mengendarai sepeda motornya dengan membonceng Sutarjo yang dalam kesempatan ini berperan sebagai penunjuk jalan.

Baru berjalan selama sepuluh menit….

“Berhenti di sini dokter” Sutarjo

Titik tempat mereka berhenti adalah pertigaan. Jalan lurus yang masih baik, sedangkan jalan yang tegak lurus di ruas kanan jalan utama adalah jalan setapak.

“Kita jalan lewat sini saja dokter” kata Sutarjo lagi.

“Sebaiknya sepeda motor dokter dititipkan di rumah saudara saya saja… itu” kata Sutarjo sambil menunjuk sebuah rumah yang berada di tepi ruas kanan jalan.

Beberapa saat setelah mereka menitipkan sepeda motor dokter Pujo, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak yang kanan kirinya adalah sawah yang terbentang luas.

Berjalan lima belas menit, barulah jalan setapak itu berakhir….

Memasuki hutan yang lebat!

Menyeberangi sungai…

Terpaksa sepatu dokter Pujo dilepas, celana disingkap hingga lutut….

Berjalan lagi menyusuri jalan setapak hutan… setengah jam kemudian..

Terlihat gubug yang dengan atap dari anyam-anyaman daun kelapa yang kering.. dinding dari gedheg (anyam-anyaman bamboo) … pencahayaan kurang dan lembab…karena aerasi kurang…

Terbaring seorang nenek yang jompo dalam keadaan menggigil… mulut komat kamit membunyikan suara-suara yang tidak jelas…

Dokter Pujo memeriksa pasien dengan kondisi sosial ekonomi yang sangat memrihatinkan…

Tegakah dia menarik jasa dari pasien seperti ini? Tentu tidak. Hati nurani lah yang berbicara.

4 comments:

LadyElen said...

kalo dokter yusufalamromadhon saya yakin nuraninya yg menjawab :)

Anisa said...

dokter yang berhati mulia pasti sudah mengetahui jawaban dan langkah selanjutnya.

sayurs said...

Om, tuh gambar di puncak mana.. ajak dong klo jalan2... he..

Kobi said...

hmmm antara pengabdian dan amal baik. mana yang lebih baik?? Mudah mudahan dokter pujo mendapakan rezeki yang lebih besar he he

Kebersamaan yang Indah Kita

Daisypath Anniversary Years Ticker

hanya bisa mengucapkan...

zwani.com myspace graphic comments