Saat ini fakultas-fakultas kedokteran negeri ternama banyak diramaikan mahasiswa asing yang ikut dalam kelas-kelas internasional. Kelas-kelas itu penuh mahasiswa asing dan yang menggembirakan adalah semakin tebalnya pundi-pundi keuangan institusi yang menyelenggarakannya. Betapa tidak, SPP per mahasiswa setiap semester saja sudah mencapai 20 juta lebih. Belum lagi dana pengembangan. Maka tidak mengherankan sebuah fakultas kedokteran memiliki pendapatan per tahun bisa mencapai puluhan miliar per tahun.
Bagi para praktisi kedokteran atau dokter praktik baik yang solo maupun berkelompok, melihat fenomena seperti dalam jangka panjang sebenarnya adalah sebuah ancaman bagi kelangsungan strategis “bisnis” profesinya. Mengapa ancaman?
Kalau pembaca pernah membaca buku saya “Doctors Market Yourselves” ada sebuah kutipan dari sebuah majalah nasional, yang menyebutkan ada 16 juta warga Indonesia yang mempunyai kemampuan belanja kesehatan yang setara dengan papan atas warga Singapura. Sebuah pasar yang fantastis untuk “bisnis” layanan kesehatan kan. Terbayang berapa miliar atau bahkan triliun rupiah per bulan yang bisa mengalir ke pundi-pundi kas negara Singapura ataupun Malaysia. Betapa makmurnya dokter-dokter yang ada di sana.
Sekarang coba Anda bayangkan sepuluh tahun lagi. Para mahasiswa asing yang sebagian besarnya berasal dari Malaysia itu. Berarti saat itu mereka sudah menjadi dokter bahkan menjadi dokter spesialis produk fakultas-fakultas kedokteran ternama dalam negeri. Mereka bisa praktik dan mempunyai hak yang sama dengan para dokter yang menjadi rekannya selama kuliah. Secara kompetensi dan kewenangan mereka mempunyai hak yang sama melakukan praktik di negeri Indonesia. Nah, coba Anda bayangkan lagi, seandainya rumah-rumah sakit Malaysia mendirikan cabangnya di Indonesia dalam usaha menjangkau “pasar” 16 juta (tentu saja akan bertambah jumlahnya) itu. Apa yang bisa didapat oleh dokter-dokter dalam negeri. Mungkin hanya sebagai penonton di negeri sendiri.
Ini dari sudut pandang dokter. Dari sudut pandang pasien, apa yang bisa pasien peroleh? Mereka adalah “laboratorium” besar pasien untuk latihan. Apakah uang dikeluarkan oleh mahasiswa asing itu bisa mereka rasakan untuk mendapatkan status kesehatan yang layak?
Inilah tantangan kita. Para dokter. Para pendidik fakultas kedokteran. Para praktisi dokter yang memberikan pelayanan di rumah sakit pendidikan yang menjadi ajang “latihan” bagi mahasiswa-mahasiswa asing tersebut.
6 comments:
duh kok larang yo sekolah dokter. wes anakku tak kon dadi pengacara wae. ketoke cepet sugeh. opo maneh nek mbelo koruptor2. :d
assw. sebuah tulisan yang superl sekali
dok join www.bundagaul.com dong dok
supaya bunda bunda bisa bertanya dan bisa berkenalan sama dokter ^^v
salam... dokter yusuf alam, salut!
saya juga membaca buku itu, dok. bukan cuma mengupas habis tentang tantangan masa depan dokter, juga mengulas tips dan trik meningkatkan nilai jual diri kita terhadap pasar. yakni dengan skill, kredibilitas, jaringan, dan tak lupa spiritual quotientnya... ya kan, pak? :D
mohon bimbingannya, saya newbie di dunia kesehatan, pak :|
Dok aq tertarik buku jenengan. Sayang di gramed balikpapan dak ada. Aq titip sibermedik di Solo. kalau bisa dapat tandatangnnya pengarang...wuih senengnya...
BTK
Iya pak, di Fak. Kedokteran UGM sebelah fakultas saya ada kelas internasional. isinya anak Malaysia, Kamboja, dan India. Banyak beneeeeer lg pak mahasiswanya. di sana bayarnya skita 30 juta-an. juga udah ada Jogja International Hospital di rong road utara. jangan2 isinya dokter2nya bule2 ntar pak .. semangat Pak !!
Post a Comment