Tn Wahyu adalah seorang pegawai negeri gol.2. Dia mempunyai seorang isteri, dan tiga orang anak yang sudah beranjak remaja. Isterinya Ny. Ririn, ibu rumah tangga suka bergaya hidup mewah, seperti setiap minggu pasti jalan jalan ke mall, arisan dan membeli pakaian serta peralatan rumah tangga yang mahal mahal hingga akhirnya hutang keluarga ini menumpuk. Tn.Wahyu selalu mengingatkan isterinya untuk menghentikan kebiasaan tersebut, tapi bukannya mendengarkan nasehat suaminya, Ny. Ririn justru setiap hari malah marah marah dan menuduh suaminya sebagai laki laki yang tidak bertanggung jawab karena tidak mampu memperoleh penghasilan yang besar. Tn.Wahyu merasa bahwa penghasilannya memang kecil, dan ia memang tidak mampu untuk mencari penghasilan tambahan karena waktunya memang sudah habis untuk mengerjakan tugas kantor yang menumpukyang harus dilembur di rumah. Oleh karena itu Tn. Wahyu tidak pernah lagi menegur istrinya dan sebagai pelampiasan ia semakin menyibukkan diri dengan tugas kantor. Dia pun sering merasa sakit kepala dan perih melilit di ulu hati hingga hampir setiap minggu selalu memeriksakan diri ke puskesmas dan rutin mengkonsumsi obat sakit kepala dan obat maag. Tapi lama kelamaan Tn.Wahyu juga heran. Isterinya yang setiap hari selalu mengomel ngomel, akhir akhir ini justru sebaliknya. Ny. Ririn tampak semakin perhatian pada suaminya, sebelum berangkat kerja tidak lupa Ny. Ririn selalu menyiapkan makan pagi yang cukup mewah bagi suaminya. Demikian juga sepatu dan tas kerja Tn. Wahyu, setiap bulan selalu dibelikan baru oleh isterinya dengan merk cukup berkelas. Anak anak mereka pun tidak pernah lagi terlambat membayar uang kuliah. Tn. Wahyu pun menanyakan darimana istrinya memperoleh semua itu, dengan tersenyum penuh kelembutan, Ny Ririn selalu menjawab bahwa semua itu diperoleh karena kepintaran dirinya mencari tambahan penghasilan. Tn. Wahyu pun tidak pernah lagi menanyakan masalah tersebut, karena ia tidak ingin menyinggung perasaan istrinya yang sudah susah payah mencari uang untuk keluarga dan ia tidak ingin mengusik kebahagiaan rumah tangganya yang dulu sempat hilang karena faktor ekonomi. Demikianlah, kehidupan rumah tangga Tn.Wahyu dan Ny. Ririn berjalan dengan harmonis dan berkecukupan secara lahir dan batin, Tn. Wahyu juga semakin rajin ke kantor dan mengerjakan pekerjaan lemburnya. Sampai pada suatu hari senin, karena bangun kesiangan karena kecapekan sehabis berwisata bersama keluarga minggu kemarin, Tn. Wahyu kelupaan membawa berkas penting yang harus dikumpulkan hari ini ke atasannya. Maka ia pun kembali ke rumah untuk membawa berkas yang tertinggal tersebut. Tetapi alangkah terkejutnya ia karena ia melihat istrinya baru keluar dari rumahnya dengan mobil mewah, terlihat begitu mesra dengan seorang laki laki di dalam mobil tersebut. Tn. Wahyu merasa dunia seakan runtuh dan menimpa dirinya sehancur hancurnya. Pertengkaran besar pun tidak dapat dielakkan begitu ia menanyakan hal itu kepada istrinya sore harinya. “ Kamu tidak sadar ya, apa yang sudah kamu makan selama ini, fasilitas wisata, baju dan tas, semuanya dari mana kalau bukan dari pak Willy. Kamu menikmatinya juga kan?” begitu kata Ny. Ririn dengan kasarnya. “Kamu sudah mengunjak injak harga diriku sebagai laki-laki. Tidak sedikitpun kamu menghargai aku. Tidak sadarkah kamu Ma, kalau semua yang selama ini kamu lakukan adalah suatu dosa besar?” Tn Wahyu berusaha menasehati istrinya. “ Baiklah, kalau kamu tidak menginginkan semua ini, dan akupun sudah menunggu nunggu saat saat seperti ini, untuk mengutarakan hal ini kepadamu. Pak willy itu adalah pengusaha yang memiliki 5 perkebunan kelapa sawit di sumatera. Ia memang sudah beristri. Tetapi ia menginginkan aku untuk menjadi istri keduanya jika kamu mau menceraikan aku. Dan terus terang saja, aku dan anak anak lebih suka menjadi bagian dari keluarga pak willy, dimana kami tidak pernah kekurangan, daripada menjadikan kau sebagai kepala keluarga dengan kondisi hidup yang tak menentu. Bagaimana mas, kamu mau kan menceraikan aku?”. Tidak seperti kata kata ibunya, ketiga anak Tn Wahyu tidak mau meninggalkan ayahnya bila perceraian itu terjadi. Mereka rela berhenti kuliah dan bekerja apa saja untuk membantu ayahnya daripada mengikuti ibunya yang sudah dibutakan oleh harta. Tapi Tn.Wahyu justru semakin bingung. Di satu sisi ia tidak rela harga dirinya diinjak injak dan malu dibicarakan tetangga oleh ulah istrinya, tapi di sisi lain ia tidak tega jika anak anaknya ikut menderita, karena ternyata utang kaluarga mereka yang dulu menumpuk belum dilunasi oleh istrinya. Harta dari Pak Willy hanya dipakai untuk berfoya foya oleh istrinya. Dalam kondisi seperti ini, Tn. Wahyu tidak mampu membuat keputusan. Ia biarkan saja istrinya berfoya foya dengan kehidupan sesatnya, sementara status mereka secara hukum masih suami istri, walaupun kenyataannya bertegur sapa pun mereka hampir tidak pernah. Ny Ririn masih memperhatikan kebutuhan Tn.Wahyu dan anak anak mereka, seperti menyiapkan sarapan dan kebutuhan mereka, walaupun setelah urusan rumah beres, ia langsung pergi sampai larut malam dengan Pak Willy. Sementara Tn Wahyu makin menyibukkan diri dengan pekerjaan kantor, walaupun kondisi fisiknya makin lemah. Penyakit maag dan migrain yang dulu pernah dideritanya semakin menjadi jadi, sampai akhirnya ia jatuh pingsan dan di kantor. Hendro, teman sekantor yang juga selalu menjadi tempat curhat Tn. Wahyu, menduga kalau penyakit Tn. Wahyu kali ini pasti berhubungan dengan masalah rumah tangganya, maka ia pun mengantarkan Tn. Wahyu ke dokter Retno yang sudah menjadi dokter keluarganya.
Dokter Retno : Berdiri sambil menjabat tangan Wahyu “Silakan duduk Pak Wahyu,
kenalkan, saya dokter Retno” Wah, ini pak Wahyu ya sudah lama sekali
bapak tidak mengunjungi saya”
Hendro : “Iya dok, alhamdulillah. Kalau tidak mengunjungi dokter, berarti saya dan
keluarga sehat kan dok?“
Dokter Retno : „Iya pak, yang kami harapka seperti itu. O, iya ngomong ngomong ada
yang bisa saya bantu bapak bapak?“
Hendro : „Begini dok, ini Wahyu teman saya, tadi dia pingsan di kantor. Katanya
sih pusing berat dan nyeri ulu hati. Makanya saya antar ke sini“
Dokter Retno: “ Betul begitu pak Wahyu, saat ini apa yang anda rasakan ?”
Wahyu :“ Betul Dok. Saya merasa kepala saya berat sekali, seperti tertindih benda
berat, kalau sudah begitu, perut saya melilit lilit di ulu hati, rasanya mual
dan muntah”
Dr. Retno : “ Sudah berapa lama keluhan ini bapak rasakan?”
Wahyu : “ Sudah lama sekali dok, dulu saya sering ke puskesmas lalu diberi obat.
tapi setelah minum obat, sembuh sebentar kemudian kambuh lagi. Pernah lama sekali tidak kambuh, tapi akhir akhir ini kejadian itu terulang lagi
apa karena saya banyak pikiran ya dok?”
Dokter Retno : “ Ya coba saya periksa dulu ya pak.”
Dokter Retno pun melakukan pemeriksaan fisik diagnostik lengkap dengan pemeriksaan laboratorium rutin di klinik dokter keluarga tersebut. Setelah selesai dia mempersilakan wahyu duduk kembali
Dokter Retno : „Begini Pak, dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang saya
lakukan tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Gejala sakit kepala
yang sering bapak derita, kalau menurut literatur dipicu oleh
berkurangnya oksigen ke otak.“
Wahyu :“Kalau sakit perut saya, dok?“
Dokter Retno : „Keluhan nyeri ulu hati yang bapak rasakan disebabnya oleh
meningkatnya produksi asam lambung.“
Wahyu :“Mengapa bisa begitu dok?’
Dokter Retno : „Memang ada beberapa jenis enzim dalam tubuh kita yang dipengaruhi
oleh faktor emosi. Kalau emosi kita meningkat, ada beberapa zat atau
hormon dalam tubuh kita yang diproduksi, lalu menyebabkan keluhan
keluhan yang menyebabkan ketidaknyamanan. Saya harapkan yang
terjadi pada bapak tidak seperti itu. Mudah mudahan bapak hanya
kecapekan saja. Bukan begitu kan Pak?“
Wahyu terdiam lama sambil menunduk. Tiba tiba dia menangis.
Dokter Retno membiarkan Wahyu sampai dia puas menangis. Akhirnya Wahyu pun bisa menguasai dirinya.
Hendro :”Maafkan teman saya dok, teman saya ini lagi banyak masalah. Biasanya
dia curhat ke saya tentang masalahnya. Saya kira sakitnya yang terjadi
ini ada hubungannya dengan masalah dia dok.”
Wahyu :”Maaafkan, saya dok. Tidak seharusnya saya berbuat seperti ini.”berkata
Wahyu sambil masih terisak.
Dokter Retno :“Tidak apa apa pak Wahyu, mungkin jika bapak bersedia menceritakan
permasalahan bapak kepada saya, bisa sedikit meringankan beban
bapak.“
Hendro : „Sudah, cerita saja ke dokter. Dokter tidak akan membocorkan masalah-
mu ke orang lain kok, bukan begitu dok.“
Dokter Retno : „Betul pak, kami para dokter memiliki kode etik untuk menjaga keraha –
siaan pasien. Itu adalah sumpah jabatan kami pak.“
Wahyu :“Betul ya dok, jangan cerita masalah saya ini ke orang lain ya dok, saya
malu Dok.” Kata Wahyu sambil menyeka air matanya.
Dokter Retno :”Pasti pak. Saya akan pegang rahasia bapak erat erat.” Dokter Retno tegas
Wahyu menghela nafas panjang, lalu terdiam lama, sebelum akhirnya berkata pelan.
Wahyu :”Begini dok, saya merasa sangat tersiksa. Harga diri saya terinjak-injak
oleh ulah istri saya. Tetapi saya tidak bisa berbuat apa apa dok. Saya
memang benar benar orang yang tidak berguna, dok.”
Dokter Retno :”Mengapa bisa begitu pak?“
Wahyu :“Dok, saya ini adalah pegawai negeri rendahan. Seperti dokter ketahui
gaji PNS memang cukup untuk hidup dan menyekolahkan anak anak.
tetapi kalau isteri saya gaya hidupnya seperti isteri pejabat, mana cu-
kup gaji saya dok! Kalau dinasehati, saya malah dimarah-marahi
dengan kata kata kasar, dibilang suami tidak becus lah, tidak
bertanggung jawab terhadap keluarga lah, pemalas. Padahal saya sudah
bekerja keras banting tulang, tapi kalau memang hasilnya cuma segitu
mau apa lagi? Coba bayangkan dok, bagaimana saya tidak tersinggung!“
kata Wahyu dengan berapi api
Dokter Retno :“Iya pak, saya dapat memahami perasaan Bapak. Lalu, bagaimana
tindakan bapak menghadapi semua itu?
Wahyu :”Karena saya tidak mau ribut, dan tidak mau semakin terhina karena kata
kata kasarnya, saya diamkan saja dok. Saya hampir tidak pernah lagi
mempedulikan tindakannya. Masa bodohlah, Tapi yang terjadi
malahan.............”
Wahyu tidak mampu lagi meneruskan kata katanya.
Ia memukul meja sambil menunduk lalu berkata pada Hendro,
Wahyu : “Tolong kamu saja yang cerita, aku tidak kuat.”
Hendro : “Begini, dok. Akhir-akhir ini wahyu cerita ke saya kalau dia sebenar-
nya juga heran. Isterinya yang setiap hari selalu mengomel-ngomel dan
mengata katainya dengan kasar sebagai laki laki pemalas, tidak becus
dan tidak bertanggung jawab terhadap keluarga berubah menjadi pe-
nyabar dan sangat mencintai suami dan anak anaknya.Selain itu semua
kebutuhan rumah tangga dan biaya kuliah anak anaknya tercukupi se-
mua, tidak pernah telat lagi seperti dulu. Kalau ditanya Wahyu, istrinya
bilang kalau dia bekerja untuk memperoleh semua itu”
Dokter Retno : “Terus, dengan perubahan bagus itu perasaan Pak Wahyu bagaimana?”
Wahyu tidak mampu menjawab, dia hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil menu-
tupi mukanya.
Hendro : ”Seharusnya begitu Dok, tapi yang terjadsebaliknya. Kemewahan
keluarga mereka didapat karena istri Wahyu berselingkuh dengan
pengusaha kaya. Wahyu memergoki sendiri waktu dia pulang kantor
pagi hari sebelum jam kantor usai “
Dokter Retno : “Pak Wahyu sudah mngkonfirmasi hal itu sendiri ke ibu?”
Wahyu :” Sudah Dok, Isteri saya juga sudah mengakuinya.”
Dokter Retno :”Lalu, apa tindakan bapak selanjutnya?”
Wahyu :”Terus terang saat itu saya sangat kalap dok, saya sangat marah pada istri
saya, saya merasa harga diri saya diinjak injak. Saya tidak dianggap, pe-
rasaan saya saat itu hanya ingin membunuh keduanya. Untuk saya
masih ingat dosa, sehingga hal itu tidak saya lakukan.”
Dokter Retno :” Lalu reaksi isteri bapak sendiri bagaimana?”
Wahyu : “Nah, itu dia dok. Isteri saya itu memang sudah benar benar keblinger.
Coba bayangkan dok. Dia malah minta saya menceraikan dia dan
mau menjadi isteri kedua pengusaha itu. Dia menyerang saya dengan
mengatakan kalau anak anak lebih terjamin masa depannya kalau
dipelihara laki laki biadab itu daripada saya pelihara sebagai ayahnya
sendiri. Apa tidak keterlaluan seperti itu, Dok?”
Dokter Retno :”Iya, iya. Saya mengerti Pak. Masalah Bapak memang cukup rumit
dan memerlukan kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat untuk
menyelesaikannya, termasuk para putra bapak dan ibu. Berapa putranya
Pak?’
Wahyu :”Tiga Dok, satu perempuan dua laki laki.Alhamdulilah anak saya baik
baik semua, nurun saya. Tidak seperti ibuna yang rusak”.
Dokter Retno :”Alhamdulilah Bapak sudah bisa bergurau, berarti perasaan bapak sudah
agak lega, betul begitu pak?, terus bagaimana sikap anak anak terhadap
usul ibunya untuk ikut pak pengusaha itu, supaya bisa kuliah ke luar
negeri?”
Wahyu :” Anak anak semuanya tidak setuju Dok, semuanya mau ikut saya
walaupun dengan resiko berhenti kuliah dan bekerja. Dasar ibunya saja
yang tidak bermoral.“
Dokter Retno: “ Begini Pak, permasalahan Bapak ini tidak bisa selesai kalau tidak dise-
lesaikan bersama-sama dengan istri Bapak. Mungkin lain waktu bapak
bisa hadir di sini bersama sama dengan istri.“
Wahyu : „ Saya sudah tidak sudi lagi bicara dengannya, Dok. Mungkin kamu mau
bantu aku ngomong ke istriku, Suf?“
Hendro :”Insya Allah, Kapan mereka harus konsultasi ke dokter lagi”.
Dokter Retno :“Minggu Depan bisa Pak, Untuk perjanjian pastinya nanti bisa
diselesaikan dengan perawat saya“.
Seminggu kemudian Wahyu datang bersama isterinya di tempat praktek Dokter Retno. Wahyu datang dengan mengendarai sepedamotor, sedangkan istrinya naik taksi. Mereka datang ke tempat praktek dokter Retno hampir bersamaan. Dan setelah dipersilakan, mereka pun memasuki ruang praktek dokter Retno.
Dokter Retno :“Selamat siang, Pak Wahyu, Bu Wahyu. Silakan duduk. Kenalkan, saya
dokter Retno“
Ririn : „Siang,Dok. Terus terang saya bingung Dok. Saya disuruh Hendro, teman
suami untuk menemui dokter.Katanya ada masalah gawat. Memangnya
kenapa dok? Kalau bisa cepat saja ya dok, saya sangat sibuk. Mau meni
pedi, nih.“
Dokter Retno :“Begini, bu. Bapak minggu kemarin periksa ke saya. Tapi setelah kami
lakukan pemeriksaaan lengkap, tidak ditemukan adanya kelainan fisik.
pada pemeriksaan lanjutan, bapak mengakui kalau beliau mengalami
tekanan batin berkenaan dengan masalah rumah tangga bapak dan ibu.
Ririn :“Oo, jadi begitu ya. Masalah rumah tangga diomong-omongin ke semua
orang. Biar jadi konsumsi umum ya. Sudah laki laki pemalas, nggak
becus ngurus keluarga, suka ngerumpi, ngomongin keluarga sendiri. Co-
ba dok, dimana baiknya laki laki macam begini?”
Wahyu :” E e e, ini perempuan sudah tau salah masih menjelek-jelekkan orang
lain. Ngaca tuh, siapa dirimu!”.
Dokter Retno :”Bapak, Ibu, Kita disini bukan untuk saling mencari siapa yang salah atau
siapa yang benar, melainkan untuk menyelesaikan masalah yang seka –
rang sedang bapak dan ibu hadapi. Sekarang saya tanyakan lagi,
sanggupkah Bapak dan ibu untuk menyelesaikan masalah ini dengan
kepala dingin?”
Ririn :”Oke, siapa takut. Biar selesai sekalian disini sehingga kamu mau se-
segera menceraikan saya. Saya sudah bosan hidup seperti ini. Baik
Dok, saya juga minta tolong pada dokter untuk menasehati suami saya
supaya segera menceraikan saya, sehingga saya bisa segera bebas dari
belenggunya.”
Dokter Retno :”Baiklah bu, minggu kemarin saya sudah mendengar masalah rumah
tangga ibu dari versi bapak. Mungkin sekarang ibu mau menceritakan
nya kepada saya sehingga saya juga bisa mendengarnya menurut versi
Ibu?’
Ririn :”Pasti yang diceritakan ke dokter yang jelek jelek tentang saya kan dok?
Baik, saya akui. Saya memang minta cerai dari dia untuk menikah lagi
dengan laki laki lain. Tapi semua itu saya lakukan karena saya sangat
sebel sama dia dok, Dulu saja waktu pacaran dia penuh dengan janji
janji manis untuk membahagiakan saya, Tapi nyatanya nol besar!”
Dokter Retno :”Ibu kecewa?”
Ririn :”Jelas saya kecewa dok. Waktu pacaran dulu memang dia sama
miskinnya dengan sekarang. Tapi dia janji akan lebih bekerja keras
untuk membahagiakan saya, nyatanya dia ternyata pemalas dok. Coba
Dokter juga tau kan, kalau PNS itu kerjanya cuma setengah hari, paling
lambat jam 2 siang sudah pulan. Mbok ya dia itu cari tambahan
penghasilan lain, berdagang kek, makelar mobil kek. Eee tiap hari Cuma
main badminton melulu. Mending kalau bisa jadi juara dunia. Ini tingkat
Rt aja nggak pernah menang, malah ngehabis habisin duit buat beli raket
lah, beli kock lah, sedangkan saya. Arisan dengan teman teman saya aja
nggak boleh, jalan jalan ke mall nggak boleh. Saya benar benar nggak
tahan, dok. Dia benar benar egois.
Wahyu :”Kamu itu yang egois. Mau menang sendiri. Saya sudah mengalah malah
kamu yang selingkuh.”
Dokter Retno :“Terus, tindakan ibu bagaimana?“
Ririn :”Saya yang harus mencukupi kebutuhan anak anak dok.
Wahyu :”Dengan minta uang dari laki laki itu?”
Ririn :”Diam dulu ya , kamu. Dok, saya tidak mau melanjutkan kalau dia terus
memotong pembicaraan saya.“
Dokter Retno :“Baik bu, bapak mengerti kok. Bukan begitu, pak?. Oke silakan ibu lan-
jutkan.“
Ririn :“Saya memang benar benar mencari tambahan penghasilan lewat MLM
Dok, Dan Pak Willy itu upline saya. Mula mula kami memang hanya se-
ring pergi bersama dia untuk keperluan presentasi produk ke downline
kami. Tapi lama lama pak willy menaruh hati pada saya. Dia lebih per-
hatian pada saya dibanding suami saya. Saya jadi sering curhat sama
dia perihal rumah tangga kami. Lama lama dia mengutarakan ingin
menikahi saya sebagai isteri kedua, Istri pertamanya juga sudah setuju
dia pun mau menunggu sampai suami saya mau benar benar mencerai-
kan saya.”
Dokter Retno :”Apa kebaikan kebaikan Pak Willy di mata ibu?’
:”Dia sangat perhatian dok, dias selalu memberikan apa yang saya minta.
dia juga tidak pernah melarang apapun yang saya inginkan maupun
lakukan.”
Dokter Retno :”Ibu bahagia?”
Ririn :“Bahagia dok.“ Ririn menjawab cepat
Dokter Retno :“ Ibu benar benar bahagia bersama Pak Willy? Maksud saya Ibu benar
Benar mencintai Pak willy sepenuh hati.“
Ririn terdiam lama. Dokter Retno masih menunggu jawaban dari Ririn. Untuk sementara ruangan itu hening. Lalu Ririn mulai terisak dan mulai berkata:
Ririn :”Sebenarnya saya juga punya moral,dok. Saya juga orang beragama. Saya
juga menyadari bahwa tindakan sya itu mengundang dosa besar.Dibalik
kegembiraan saya, sebenarnya saya sangat tersiksa, dok. Saya takut
dosa..”
Ririn terisak lagi
Dokter Retno :”Teruskan, bu”
Ririn :”Sebenarnya saya lebih mencintai suami saya, dok. Mana mungkin saya
cinta pada Pak Willy. Sudah tua, botak lagi.”
Wahyu :”Tapi kaya, kan?”
Ririn :”Biarlah saya dikatakan matre dok, tapi semua itu saya lakukan karena
terpaksa. Saya tidak mau anak anak berhenti kuliah karena tidak punya
biaya. Biarlah saya yang menjadi korban.”
Dokter Retno :“Kalau menurut ibu, adakah cara lain yang lebih bagus untuk mengatasi
masa depan anak anak daripada mengorbankan ibu sendiri secara lahir
dan batin? Coba mari kita pikirkan bersama sama sekaligus kita timbang
untung ruginya.“
Ririn :“Banyak sih, dok. Saya sebenarnya suka berdagang. Saya bercita cita
pengin buka minimarket. Tapi ya itu, tidak punya modal”
Dokter Retno :”Memangnya harus langsung minimarket yang lengkap,bu?”
Ririn :“Ya enggak, dok. Teman saya ada yang dulunya mulai dari toko
kelontong dulu, sekarang punya toko swalayan yang besar“.
Dokter Retno :“Lalu apa masalah ibu?”
Ririn :”La itu dok, kalau saya buka toko kelontong di rumah, pasti saya sendiri
yang capek. Mana harus kulakan barang-barang, nunggu toko, masih
harus ngurusin pekerjaan rumah. Dulu pernah dok, saya nyoba buat
kue-kue kering buat dititipkan ke toko-toko. Tapi ya itu, saya yang
harus jungkir balik sendirian. Sementara dia tidak pernah lepas dari
raketnya. Tiap hari badminton dan badminton terus. Lama-lama saya
hentikan karena saya capek, dok!”
Dokter Retno :“Bagaimana menurut bapak?“
Wahyu :“Saya memang tidak betah di rumah, dok. Coba dokter bayangin. Kayak-
nya dia kalau melihat muka saya tidak tahan untuk tidak ngomel
ngomel, tidak peduli di manapun. Daripada tensi saya naik, mendingan
saya cari kegiatan di luar. Sudah syukur saya tidak selingkuh seperti
dia!”
Ririn :”Enak aja. Kamu kira aku senang dengan semua ini. Enggak mas, aku
tersiksa. Sebenarnya aku masih sayang sama kamu. Coba kamu lebih
memperhatikan aku, tidak pasang muka masam terus, sibuk terus
dengan teman teman badminton kamu.“
Wahyu terdiam. Begitu juga Ririn. Keduanya saling membisu.Dokter Retno mulai angkat bicara.
Dokter Retno :“Baiklah, saya kira sudah jelas masalahnya, komunikasi diantara Bapak
Ibu. Sekarang saya mohon Bapak untuk mengutarakan komitmen bapak,
setelah bapak mengetahui akar permasalahannya.“
Wahyu :“Saya sebenarnya juga lebih suka di rumah dok, merintis usaha
sampingan dengan istri saya. Asal dia tidak ngomel-ngomel menyalah
kan saya terus tiap hari, saya mau melupakan kesalahannya yang sudah
lampau dan mulai kehidupan baru yang lebih baik. Terus terang saya
sangat mencintai istti saya, dok. Saya tidak dapat membayangkan apa
jadinya hidup saya taanpa dia>”
Dokter Retno :”Kalau menurut Ibu?”
Ririn :“Betul kamu mau memaafkan aku, mas? Sebenarnya aku sudah lama
ingin bertobat, tapi aku takut kamu menerimaku lagi. Baiklah. Aku janji
mas, aku akan merubah kelakuanku. Tapi kamu juga mau janji, kan
Mas, untuk lebih memperhatikan aku.“
Wahyu :“Kamu tidak jadi minta cerai?“
Ririn :”Sudah, masalah itu jangan diungkit lagi.”
Wahyu :”Baiklah, aku juga janji untuk merubah kelakuanku selama ini. Aku akan
lebih memperhatikan masalah keluarga kita.Kalau ada kesulitan, kita
cari pemecahannya bersama sama ya bu.Aku akan cari pinjaman ke
BPD, kita rintis usaha toko kelontong bersama sama. Aku akan
membantumu sekuat tenagaku untuk mengembangkan usaha ini”
Dokter Retno :”Oke, saya kira masalahnya sudah selesai. Saya harapkan untuk ke depan
Bapak dan Ibu jangan melupakan komunikasi. Setelah pulang
nanti karena bapak dan ibu sudah saling berjanji. Kita coba dulu
menerapkan solusi yang sudah kita sepakati bersama. Bulan depan
Bapak dan ibu silakan menemuisaya lagi untuk mengevaluasi apa
yang sudah bapak ibu terapkan.Kalau sebelum itu ada yang
mengganjal jangan sungkan sungkan dibicarakan dengan yang bersang-
kutan sehingga masalahnya tidak akan berlarut larut seperti ini. Dan
kalau sekiranya bapak dan ibu membutuhkan bantuan jangan sungkan
sungkan untuk menemui saya.“
Ririn :“Terimakasih sekali dok, tanpa bantuan dokter saya tidak tahu apa
jadinya nasib keluarga saya. Dan maafkan kata kata saya tadi kalau
sekiranya menyinggung dokter.“
Dokter Retno :“Tidak apa apa bu, itu sudah meupakan bagian dari tugas saya.“
Wahyu :“Terima kasih dok, kami permisi dulu.“
Dokter Retno :“Sama sama pak, bu. Selamat jalan.”
Ketiganya saling bersalaman, dan keluarga Wahyu pun meninggalkan ruang praktek dokter Retno dengan perasaan bahagia.
1 comment:
sangat berguna sebagai pembelajaran
Post a Comment